Menyoal Kasus Bunuh Diri di Indonesia

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Minggu, 13 Sep 2015 20:53 WIB
Asia Tenggara menyumbang 39 persen dari seluruh kasus bunuh diri di dunia. Di Indonesia, minum racun dan gantung diri merupakan kasus bunuh diri tertinggi.
Ilustrasi depresi. (GettyImages/hikrcn)
Jakarta, CNN Indonesia -- Asia Tenggara menyumbang 39 persen dari seluruh kasus bunuh diri di dunia. Di Indonesia, bunuh diri dengan cara minum racun dan gantung diri merupakan kasus tertinggi. Setiap tahun, tercatat 800 ribu orang meninggal karena bunuh diri.

"Setiap satu orang meninggal bunuh diri, muncul lebih dari 20 percobaan bunuh diri lainnya,” kata Priska Primastuti, konsultan kesehatan jiwa di Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) perwakilan Indonesia.

Bunuh diri di banyak negara merupakan penyebab kematian nomor dua untuk penduduk kelompok usia 15 hingga 29 tahun. (Baca: Ciri-ciri Orang Depresi yang Bisa Bunuh Diri)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Data terbaru WHO mencatat bahwa setiap 40 detik, satu orang yang meninggal karena bunuh diri. Rasionya yaitu 11,4 per 100 ribu populasi. Sementara untuk di Indonesia berdasarkan data WHO tahun 2012, angka bunuh diri mencapai 4,3 per 100 ribu populasi.

Eka Viora, Direktur Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan, menyatakan saat ini belum ada data akurat soal angka bunuh diri di Indonesia. Semua data terkait tingkat bunuh diri di Indonesia masih berdasarkan estimasi.

“Adanya stigma terhadap orang yang mencoba bunuh diri membuat pendataan terhambat. Kami sulit mendapatkan data yang pasti,” kata Eka.

Sering kali orang yang mencoba bunuh diri hanya ditangani di Unit Gawat Darurat tanpa konsultasi lebih lanjut dengan psikiater. Data yang masuk ke rumah sakit akhirnya hanya tercatat tindakan akhir yang dilakukan si pasien seperti keracunan, bukannya dicatat sebagai percobaan bunuh diri.

“Dokter juga berpikir dua kali untuk menuliskan percobaan bunuh diri, karena bila itu dituliskan, biaya pengobatan pasien tidak akan ditanggung perusahaan asuransi kesehatan. Ini jadi salah satu kendala,” kata Eka.

Belum lagi adanya stigma dan rasa malu yang ditanggung keluarga sehingga mereka enggan mengakui bahwa tindakan itu merupakan percobaan bunuh diri. Alasan-alasan itulah yang membuat Kementerian Kesehatan masih sangat kesulitan mendata soal percobaan bunuh diri.

“Sementara laporan kasus kematian yang diduga karena bunuh diri telah terekap dengan baik di Kepolisian,” ujar Eka.

Markas Besar Kepolisian RI mencatat ada 981 kasus mati bunuh diri pada 2012, dan 921 kasus pada 2013. Rasionya berkisar 0,4 hingga 0,5 kasus per 100 ribu populasi, jauh di bawah rasio yang diperkirakan WHO pada 2012, yaitu 4,3 per 100 ribu populasi.

Berdasarkan data yang dihimpun Mabes Polri dari Kepolisian Daerah di seluruh Indonesia, kasus bunuh diri paling banyak dilaporkan oleh Polda Jawa Tengah, yaitu sebanyak 160 kasus. Menyusul di belakangnya yaitu Polda Jawa Timur  sebanyak 84 kasus, Polda Metro Jaya 55 kasus, Polda Bali 39 kasus, dan Polda Jawa Barat 27 kasus.

Eka berharap ke depannya Kementerian Kesehatan dapat bekerja sama dengan Kepolisian untuk menyusun pendataan yang lebih akurat soal kasus bunuh diri di Indonesia.

Cegah bunuh ciri

Albert Maramis dari Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia menilai kampanye pencegahan bunuh diri perlu dipikirkan secara matang. Kampanye tersebut tidak bisa disamakan begitu saja dengan kampanye antinarkotik meski kasus bunuh diri dan narkotik punya kesamaan, yakni banyak dialami oleh generasi muda.

Pemerintah diminta tidak gegabah dengan menyampaikan kampanye dengan pola sama seperti pada kasus narkotik. Bila disamakan, kata Albert, malah akan berakibat fatal.

“Misalnya kampanye ‘Narkotik Tidak Keren’ tidak bisa diimplementasikan dalam kampanye pencegahan bunuh diri, menjadi ‘Bunuh Diri Tidak Keren’,” kata Albert mencontohkan.

Kampanye macam antinarkotik itu malah akan menimbulkan depresi makin dalam bagi penderitanya. Lebih parah lagi, bisa muncul stigma yang mendiskriminasi orang yang berniat atau mencoba bunuh diri.

“Akibatnya, mereka akan semakin menutup diri dan enggan menceritakan masalahnya kepada orang terdekat,” ujar Albert.

Menurutnya, kampanye yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk mencegah bunuh diri adalah kampanye dengan bentuk menawarkan bantuan, misalnya dengan adanya hotline bantuan konsultasi.

“Jadi mereka tahu harus ke mana ketika dirundung masalah besar. Intinya adalah adanya uluran tangan untuk membantu mereka,” kata Albert.

Hotline juga mengajari masyarakat untuk terbiasa berkonsultasi kepada para ahli. Hal itu penting karena sebagian besar orang yang berniat bunuh diri lebih memilih diam dan memendam masalahnya sendiri. (hel/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER