Kementerian Hukum Sambangi KPK Bahas Delik Korupsi RKUHP

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Senin, 14 Sep 2015 15:51 WIB
Rancangan KUHP delik korupsi sebenarnya telah dibahas pada DPR periode sebelumnya, hanya saja tak pernah tuntas.
Rancangan KUHP delik korupsi sebenarnya telah dibahas pada DPR periode sebelumnya, hanya saja tak pernah tuntas. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta hari ini, Senin (14/9). Widodo beserta jajarannya mengajak komisi antirasuah membahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait delik korupsi.

"Jadi kita merespons proaktif untuk melibatkan stakeholder dalam pembahasan RUU KUHP nanti. Jadi KPK, Polri, dan Kejaksaan jadi bagian strategis pembahasan RUU KUHP," kata Widodo di Gedung KPK, Jakarta.

Widodo juga menjelaskan upaya lain akan ditempuh dengan menghadirkan KPK dalam pembahasan RKUHP saat rapat pembahasan dengan DPR. Pembahasan pada awal September lalu, sempat memantik kontroversi dengan dimasukannya delik korupsi dalam RKUHP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, korupsi adalah tindak pidana khusus yang tak dapat disamakan dengan tindak pidana umum dalam KUHP.

"Jadi rancangan ini (RKUHP) sudah lama, sudah 40 tahun kemudian di periode DPR sebelumnya memang sudah dibahas, hanya tidak tuntas. Jadi dikembalikan ke pemerintah. Sekarang kami mulai lagi rancangan itu dan kami terbuka sekali untuk perubahan," ujarnya.

Widodo juga menegaskan, pertemuan kali ini merupakan tindak lanjut dari surat yang dikirimkan KPK kepada pemerintah. Dalam surat tersebut, KPK protes delik korupsi dimasukkan dalam RKUHP yang baru.

Jika disahkan, maka dinilai akan mendelegitimasi kewenangan KPK untuk menyelidik, menyidik, dan menuntut perkara korupsi sekaligus pencucian uang.

"Kami ingin juga mendapat keterangan yang lebih jelas dari pimpinan KPK yang berkirim surat ke kita. Prinsipnya pemerintah tidak akan melemahkan KPK," kata Widodo.

Menurut Widodo, dalam surat yang diterimanya, KPK ingin adanya harmonisasi yang paralel untuk dapat menindak dan mencegah korupsi apabila delik korupsi memang jadi dimasukan dalam RKUHP.

Sementara itu, ketika dihubungi secara terpisah, Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Aji berkeras mengatakan korupsi adalah tindakan khusus yang tak dapat disamakan dengan pidana umum.

Menurutnya, UU KPK tak berfungsi optimal jika dalam RUKHP, penindakan kasus korupsi dikembalikan wewenangnya kepada dua penegak hukum yakni Kejaksaan dan Kepolisian. Kepolisian berhak untuk menyidik dan menyelidik, sementara Kejaksaan hanya menuntut kasus korupsi.

Selama ini, KPK dan Kejaksaan juga melakukan hal yang sama untuk mengusut kasus korupsi. Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum KPK, menurut undang-undang, diangkat oleh pimpinan komisi antirasuah yang berasal dari unsur Kepolisian, Kejaksaan, dan pegawai negeri. Status mereka adalah pegawai yang dipekerjakan oleh KPK.

"Tanpa masukan ini, dikhawatirkan terjadi delegitimasi kewenangan KPK atas kasus korupsi, ada pelemahan KPK menjadi seperti macan ompong," kata Indriyanto ketika dihubungi CNN Indonesia, Senin (14/9). Konsekuensinya, apabila RUKHP disahkan dengan memasukkan delik korupsi maka kewenangan KPK dikebiri sehingga tak akan punya taring untuk mengusut korupsi kelas kakap. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER