Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, korupsi penyelenggaraan ibadah haji dan Dana Operasional Menteri (DOM) yang didakwakan kepada bekas Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) tak hanya menguntungkan pribadi tetapi juga orang lain dan korporasi. Penegasan tersebut diungkapkan saat sidang pembacaan tanggapan atas nota keberatan SDA dan pengacaranya, Johnson Panjaitan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/9).
"Jika ada tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji, maka harus diproses sesuai dengan peraturan perundangan. Sangat naif jika memaknai tindak pidana korupsi hanya dari berapa banyak uang hasil korupsi yang dinikmati oleh terdakwa (SDA)," kata jaksa KPK Mochamad Wirasakjaya di Pengadilan Tipikor.
Wira melanjutkan, pemikiran korupsi yang hanya menguntungkan pribadi seperti yang diutarakan SDA pekan lalu, justru mengerdilkan upaya pemberantasan korupsi. Padahal atas tindakan yang dilakukan SDA, sejumlah kerabat, keluarga, teman separtai di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), kader partai, dan korporasi disebut turut menikmati duit negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah praktik korupsi telah dilakukan SDA untuk menguntungkan pihak-pihak tersebut di antaranya rekrutmen petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi yang kolutif, penyewaan perumahan jamaah haji yang tidak memenuhi standar, dan pemanfaatan sisa kuota haji nasional oleh segelintir orang.
"Tindakan itu mencederai animo masyarakat yang tinggi untuk menunaikan ibadah haji serta merusak keadilan masyarakat, khususnya calon jemaah haji yang masih dalam daftar antrean," kata jaksa.
Sebelumnya dalam nota keberatan, SDA hanya mengungkapkan dirinya menikmati selembar potongan kiswah atau kain penutup ka'bah. Kiswah yang dijadikan alat bukti tersebut, menurut SDA, merupakan kain biasa tak bertaburkan emas dan permata rubi Safir dan Emerald.
"Kiswah yang disita oleh KPK semacam itu banyak dijual di toko dan kaki lima di Mekkah dan Madinah. Saya tidak pernah dikonfirmasi apakah kiswah itu dari seseorang untuk memuluskan maksudnya sebagai penyedia pemondokan dan atau katering," kata SDA saat membacakan nota keberatan.
Menurutnya, kiswah juga tidak memiliki nilai ekonomis yang dapat memperkaya dirinya. Alih-alih demikian, kiswah tersebut hanya memiliki nilai agamis spritual.
"Tragis, dengan selembar potongan kiswah, KPK menjebloskan saya ke penjara," katanya.
SDA juga membantah telah menggelembungkan harga dalam proyek penyelenggaraan ibadah haji. SDA mengucapkan, menteri tidak memverifikasi perusahaan-perusahaan penyedia pemondokan, katering, dan lainnya.
"Menteri tidak melakukan negosiasi harga, tidak memutuskan harga, tidak menandatangani kontrak-kontrak. Semua itu dilakukan Ketua dan Anggota Tim Pemondokan, Ketua dan Anggota Tim Catering dan lain-lain. Lalu apabila ada penggelembungan harga mengapa harus Menteri yang bertanggungjawab?" ujarnya.
Merujuk berkas dakwaan, SDA dijerat dua kasus. Kasus pertama adalah kasus haji yang disebut merugikan negara Rp 27 miliar. Mantan Ketua Umum PPP ini disangka telah memanfaatkan pengadaan ibadah haji dengan cara melakukan korupsi dan penyelewengan di sektor pengadaan katering, pemondokan, transportasi dan atau penyelewengan kuota jemaah. Korupsi dilakukan dalam rentang anggaran 2010 hingga 2013.
SDA didakwa memperkaya orang lain seperti jajaran pegawai negeri di Kementerian beserta anggota DPR seperti Hasrul Azwar. Hasrul disebut mendapat keuntungan senilai SAR 5,8 juta.
Selain itu, politikus partai ka'bah ini juga dikenakan kasus DOM. Ia diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam penggunaan dana DOM tahun 2011 hingga 2014.
Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian Rp 1,8 miliar. Duit itu justru digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya termausk melancong ke negara lain dan berobat.
Atas perbuatannya tersebut, SDA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.
(rdk)