Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku siap menghadapi terdakwa korupsi pemanfaatan kuota haji sekaligus bekas Menteri Agama Suryadharma Ali yang meminta Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk bersaksi.
SBY disebut oleh pengacara Suryadharma, Humphrey Djemat, akan menjadi saksi meringankan bagi kliennya di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
"Silakan saja, itu hak terdakwa (Suryadharma)," kata Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Aji ketika dihubungi CNN Indonesia, Selasa (8/9).
Merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, terdakwa diperbolehkan menghadirkan saksi yang keterangannya dinilai akan meringankan tuntutan dan hukuman. Saksi bakal dihadirkan di penghujung proses pemeriksaan seluruh saksi. Jumlah saksi kategori ini tergantung dari kebutuhan pengacara Suryadharma.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, sebelum mendengar keterangan saksi dari pihak Suryadharma, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menghadirkan sejumlah saksi. Saksi tersebut telah menjalani proses pemeriksaan sebelumnya di tahap penyidikan. Kehadiran saksi versi KPK berfungsi untuk membuktikan berkas dakwaan yang dijeratkan kepada politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pihak Suryadharma ngotot tak bersalah dalam kasus korupsi itu. "Klien saya telah minta SBY untuk hadir sebagai saksi yang meringankan," kata Humphrey usai menjalani sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Senin (7/9).
Kehadiran SBY sebagai saksi dalam sidang Suryadharma dinilai penting karena Ketua Umum Demokrat dianggap tahu betul kesulitan yang dialami SDA selama menjabat sebagai Menteri Agama.
"Misalnya saat mengurus Panitia Penyelenggara Ibadah Haji dan menyusun Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. SBY tahu kesulitan SDA, seperti ketidakharmonisan hubungan antara Suryadharma Ali dengan Komisi VIII DPR," kata Humphrey.
Sidang pembacaan dakwaan dua pekan lalu, pentolan partai berlambang ka'bah ini didakwa dua perkara yakni kasus penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama Tahun Anggaran 2012-2013 dan perkara Dana Operasional Menteri.
Dalam kasus haji, kerugian negara disebut-sebut mencapai Rp1,8 triliun. Suryadharma disangka telah memanfaatkan pengadaan ibadah haji dengan cara melakukan korupsi dan penyelewengan di sektor pengadaan katering, pemondokan, transportasi dan atau penyelewengan kuota jemaah. Korupsi dilakukan dalam rentang anggaran 2012 hingga 2013.
Seiring perkembangan penyidikan, komisi antirasuah mendapati rentang tahun dugaan korupsi haji itu bertambah. Pada 24 Desember 2014, pimpinan KPK yang kala itu diketuai Abraham Samad mengeluarkan surat perintah penyidikan atas dugaan korupsi yang dilakukan Surydharma dalam penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2010-2011.
Selain itu, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu juga dijerat kasus DOM. Ia diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam penggunaan dana DOM tahun 2011 hingga 2014. Akibatnya negara diduga mengalami kerugian.
Atas perbuatannya, Suryadharma disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.
(pit)