Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menghelat gelar perkara atau ekspose dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji yang dilakukan Komisi VIII DPR RI. Gelar perkara ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat bekas Menteri Agama Suryadharma Ali.
Pelaksana Tugas Wakil Ketua Johan Budi Sapto Pribowo menjelaskan, gelar perkara untuk bakal calon tersangka baru dapat dilakukan tanpa menunggu putusan pengadilan dari Suryadharma. "Ekspose bisa dilakukan sebelum putusan dan setelah putusan. Itu bisa dikembangkan untuk penyelidikan (laporan pidana baru)," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/9).
Saat ini, tim penyidik antirasuah tengah mengumpulkan bahan keterangan. Jika dirasa cukup, maka akan dilakukan gelar perkara untuk masuk ke tahap penyelidikan dengan penerbitan Surat Peritah Penyelidikan. Dalam tahap penyelidikan, KPK akan mengumpulkan dua alat bukti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apabila bukti kuat, maka KPK akan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). Sprindik mencantumkan nama seseorang sebagai tersangka. Pada masa penyidikan, KPK akan memanggil sejumlah saksi untuk menguatkan dugaan.
Sementara itu, merujuk dakwaan Suryadharma, anggota DPR yang terlibat antara lain Hasrul Azwar dan Nurul Imam Mustofa. Harsul merupakan rekan separtai Suryadharma di Partai Persatuan Pembangunan. Hasrul disebut terlibat dalam penyediaan jasa perumahan haji.
Suryadharma didakwa memerintahkan Tim Penyewaan Perumahan untuk menunjuk majmuah (penyedia jasa) yang sama dengan yang diajukan oleh Harsul dan Nurul, yakni Majmuah Al-Andalus. Di satu sisi, Tim Penyewaan belum selesai melakukan verifikasi.
Terlebih, penetapan kapasitas yang ditunjuk melebihi kapasitas yang telah termaktub dalam surat keterangan kapasitas (ifadah). Beberapa majmuah juga tak memiliki ifadah. Alhasil, penunjukan langsung oleh Suryadharma tak sesuai dengan kriteria.
Suryadharma pun didakwa memperkaya orang lain seperti jajaran pegawai negeri di Kementerian beserta Hasrul. Hasrul disebut mendapat keuntungan senilai SAR 5,8 juta.
Suryadharma didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.
(obs)