Jakarta, CNN Indonesia -- Eksekusi putusan peninjauan kembali (PK) perkara Yayasan Supersemar oleh Mahkamah Agung tidak bisa lagi ditunda. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai lembaga yang berwenang melakukan eksekusi dituntut segera melakukan semua putusan MA. Untuk kasus Yayasan Supersemar, MA menjatuhkan denda sebesar Rp4,4 triliun.
"Tidak ada lagi alasan untuk menunda-nunda eksekusi itu. Kalau tidak bisa diselesaikan oleh pihak tergugatnya (Yayasan Supersemar), denda harus dilunasi oleh ahli waris atau orang yang terkait dengan yayasan tersebut," ujar peneliti hukum dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Lola Easter kepada CNN Indonesia kemarin.
Menurut Lola, Kejaksaan Agung sebagai perwakilan negara dalam perkara tersebut harus membantu PN Jakarta Selatan dengan membuka seluruh catatan aset milik yayasan yang didirikan Presiden Soeharto itu. Penjabaran aset milik Yayasan Supersemar dibutuhkan agar pembayaran denda dapat dilakukan dengan lancar nantinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada alasan lagi untuk tidak membuka catatan aset itu, karena berkaitan dengan kepentingan pembayaran denda," kata Lola. (Baca juga:
Cerita Soal Laba BUMN yang Masuk ke Yayasan Supersemar)
Segala hukuman yang menjerat Yayasan Supersemar dapat dilunasi oleh pihak pengurus yayasan, maupun orang-orang lain yang berkaitan dengan lembaga tersebut. Pelimpahan hukuman dapat dilakukan karena kasus yang menjerat Yayasan Supersemar adalah kasus perdata.
"Pertanggungjawaban perkara perdata beda dengan perkara pidana. Jadi, memungkinkan untuk (hukuman) diturunkan dengan ahli warisnya atau orang-orang yang memang bisa diminta pertanggungjawaban," katanya. (Baca juga:
Cendana Lemparkan Perkara Yayasan Supersemar Kepada Pengurus)
Setelah menerima salinan putusan PK perkara Supersemar, PN Jakarta Selatan akan segera memanggil perwakilan Kejaksaan Agung dan Yayasan Supersemar sebagai pihak yang memiliki kepentingan dalam perkara itu. Namun, belum diketahui kapan panggilan akan dilakukan kepada Kejagung dan pengurus Yayasan Supersemar.
Nantinya, Yayasan Supersemar akan diberi waktu untuk membayar langsung denda yang ditetapkan sebanyak Rp 4,4 triliun lebih dalam waktu delapan hari. Jika dalam waktu tersebut pelunasan denda belum terealisasi, maka penyitaan aset dapat dilakukan PN Jakarta Selatan.
Vonis bersalah diputuskan PN Jakarta Selatan atas kasus Yayasan Supersemar pada 28 Maret 2008, yang dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 19 Februari 2009. Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Namun jumlah nominal yang harus dibayar Yayasan Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut. (Baca juga:
Menelusuri Sen Terakhir Kekayaan Soeharto)
Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Yayasan Supersemar adalah 75 persen dari Rp 185 juta. Padahal, Yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp 185 miliar, atau Rp 139 miliar, kepada negara.
Atas kasasi itu, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK negara dan menolak PK Supersemar sehingga mereka mesti membayar denda sebesar Rp 4,4 triliun.
(hel)