Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa Hukum Keluarga Cendana Juan Felix Tampubolon memastikan tidak ada salinan putusan peninjauan kembali perkara Yayasan Supersemar yang diterima anggota keluarga Presiden Soeharto hingga kini.
Tak hanya salinan putusan yang belum diterima, Keluarga Cendana juga mengaku tidak menerima pemberitahuan terkait perkara Yayasan Supersemar dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Belum ada pemberitahuan ya sampai saat ini. Ini kan masalah perdata, harusnya bisa dibicarakan terlebih dahulu seharusnya sebelum eksekusi dilakukan," ujar Felix kepada CNN Indonesia, Kamis (17/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Felix mengatakan, PN Jakarta Selatan selaku pengadilan yang ditunjuk sebagai eksekutor perkara Yayasan Supersemar harus mempertemukan Kejaksaan Agung dan pengurus yayasan terlebih dahulu sebelum melakukan eksekusi putusan PK perkara terkait.
Karena perkara yang melibatkan Yayasan Supersemar adalah perkara perdata, maka Felix melihat kesepakatan damai dapat dicapai daripada harus melakukan eksekusi terhadap aset-aset Yayasan Supersemar kedepannya.
"Kalau perkara perdata kan pengadilan fasilitasi.
Nah, kalau di antara para pihak sudah ada kesepakatan, itu (eksekusi) bisa diabaikan saja. Kalau saya melihatnya, harusnya kepentingan masyarakat dikedepankan," kata Felix.
Pendapat Felix senada dengan pernyataan Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna. Saat dihubungi di kesempatan terpisah, Made mengatakan bahwa PN Jakarta Selatan akan memanggil terlebih dahulu pihak Kejagung dan pengurus yayasan untuk membicarakan pembayaran denda sebesar Rp4,4 Triliun yang dibebankan oleh pengadilan.
"Untuk pengurus yayasan saja yang akan dipanggil, nanti terserah siapa yang akan diutus," ujarnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo berharap pengurus Yayasan Supersemar dapat membayar denda yang dibebankan kepada mereka dengan sukarela. Jika pembayaran secara sukarela tidak dapat dilakukan, maka PN Jakarta Selatan berhak melakukan eksekusi aset-aset milik yayasan tersebut.
"Nanti kalau diminta seperti apa, mereka kan akan panggil para pihak yang terlibat. Tergugat (Yayasan Supersemar) akan ditanya mau membayar sukarela atau tidak. kalau tidak bisa, PN Jakarta Selatan akan menunjuk juru sita untuk melakukan penyitaan aset," ujarnya.
Vonis bersalah diputuskan PN Jakarta Selatan atas kasus Yayasan Supersemar pada 28 Maret 2008 lalu, yang kemudian dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 19 Februari 2009.
Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Tak hanya kalah dalam kasasi, namun putusan jumlah nominal yang harus dibayar Yayasan Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.
Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Yayasan Supersemar adalah 75 persen dari Rp 185 juta. Padahal, Yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp 185 miliar, atau Rp 139 miliar, kepada negara.
Atas putusan kasasi tersebut, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK Kejaksaan Agung dan menolak PK Supersemar sehingga yayasan Keluarga Soeharto mesti membayar denda sebesar Rp 4,4 triliun.
(meg)