Jakarta, CNN Indonesia -- Mencari Pekerja Rumah Tangga (PRT) anak berusia di bawah 17 tahun bukan perkara sulit. Beberapa agen yang didukung para calo masih menyediakan tenaga kerja di bawah umur sesuai pesanan calon majikan. Agen-agen ini mencari calon PRT anak hingga ke desa.
Berdasarkan penelusuran CNN Indonesia, agen resmi penyalur masih menyediakan anak di bawah usia untuk menjadi PRT, bergantung pada pesanan calon majikan. Ini misalnya terjadi pada beberapa agen di Yogyakarta.
Salah satu agen, B.K/B.S, berlokasi di daerah selatan Yogyakarta. Awalnya seorang petugas di B.K/B.S mengaku tak mempekerjakan PRT di bawah usia 18 tahun. Namun ada calon majikan membutuhkan tenaga kerja dengan bayaran lebih murah dan bisa dididik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petugas langsung sigap. Dia menawarkan PRT berusia 16 tahun asal Magelang, Jawa Tengah, dengan upah Rp1,2 juta ditambah biaya administrasi Rp1,5 juta. Dengan biaya itu, calon majikan mendapat garansi tukar PRT tiga kali dan kontrak kerja PRT minimal satu tahun.
Garansi itulah yang membuat sebagian calon majikan mencari jasa lewat agen. Jika tidak cocok dengan PRT atau PRT tak betah lantas minta berhenti, si majikan bisa mendapat ganti PRT baru tanpa dipungut biaya.
“Selain bisa ditukar, lewat agen juga aman. Kalau ada apa-apa bisa melacak ke agen tersebut,” kata Nita Indriaswara, pengguna jasa PRT lewat agen resmi.
Namun ada pula calon majikan lain yang memilih mencari PRT anak melalui penyalur mandiri yang berkeliaran ke desa-desa untuk merekrut tenaga kerja. Misalnya Endang, pengguna jasa PRT, mengatakan terbiasa meminta bantuan orang di kampung halaman untuk mencarikan PRT.
“Kalau pakai tenaga yang masih satu kampung, saya merasa lebih percaya dan enak komunikasinya. Lagi pula lebih murah daripada pesan ke agen,” kata Endang. “Tidak perlu bayar biaya administrasi jutaan dan kontrak kerja setahun.”
Penyalur mandiri semacam ini dikenal sebagai sponsor karena dia bertugas membayari ongkos keberangkatan para pekerja. Sponsor biasanya adalah warga desa setempat yang sudah pernah bekerja di kota, juga sebagai PRT.
Oleh sebab sering mendapat pesanan tenaga kerja saat pulang kampung, mereka membaca peluang itu sebagai bisnis. Sejumlah sponsor mandiri pun ada di Kecamatan Mirit dan Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Sudarmi (35), salah seorang calo asal Desa Blengor Wetan, Ambal, Kebumen, sudah lebih dari lima tahun menyalurkan pekerja rumah tangga belia kepada majikan di kota besar seperti Yogyakarta atau Jakarta.
Darmi –panggilan Sudarmi– tidak pernah kesulitan menjaring para pekerja anak di lingkungannya karena di sana banyak anak miskin yang putus sekolah. Putus SD atau SMP yang notabene menjadi tanda dengan rendahnya tingkat pendidikan, membuat mereka tidak punya pilihan lain selain masuk ke sektor informal.
“Saya biasanya mencari (anak) yang kelihatan enggak
ngapa-ngapain. Sekolah enggak, kerja juga enggak,” kata Darmi di kediamannya.
Mudah saja bagi Darmi untuk mengetahui keberadaan anak-anak yang tidak sekolah karena masing-masing warga desa saling mengenal.
“Saya datangi rumahnya dan tanya ke anaknya, ‘Mau kerja enggak?’ Kalau anaknya mau dan orang tuanya kasih izin, ya saya bawa,” kata Darmi.
Darmi ‘mengincar’ PRT dengan latar belakang pendidikan minimal lulusan SMP. “Kalau lebih muda lagi saya enggak berani, takutnya enggak kerasan,” ujar Darmi.
Kini karena sibuk mengurus anak, Darmi sudah tak punya waktu lagi untuk mencari PRT Anak. Tahun lalu dia hanya membawa lima anak gadis, yang rata-rata berumur 15-16 tahun, ke Jakarta.
Lain lagi dengan Ningsih (35) yang tinggal di Desa Kejayan, Kecamatan Ambal, Kebumen. Tahun lalu, sekali pergi ke Jakarta, dia bisa membawa 14 anak untuk bekerja. Tidak hanya disalurkan ke rumah tangga, tetapi juga ke tempat-tempat karaoke.
Ningsih biasanya berangkat bersama suaminya yang sopir truk pasir. Mereka menyewa mobil dengan harga tertentu untuk mengangkut para pekerja ini.
Komisi dari para majikan untuk sponsor mandiri itu amat menggiurkan. Darmi misalnya mendapat komisi Rp1 juta-Rp 1,5 juta per anak dikurangi biaya transportasi pergi-pulang dari Kebumen ke Jakarta. Artinya dia bisa mengantongi Rp700 ribu-Rp1,2 juta untuk setiap pekerja yang dia bawa ke Jakarta.
“Mereka (PRT) tidak dipotong gaji. Saya dapat komisinya dari majikan,” tutur Ningsih.
Komisi itu sangat cukup, bahkan berlebih, meski dia harus menanggung sendiri ongkos untuk mengantar PRT.
Sebagian sponsor mandiri juga memasok kebutuhan PRT untuk agen-agen penyalur PRT di kota. Ongkos transportasi yang ditanggung disesuaikan dengan daerah asal para PRT tersebut. Misal untuk PRT asal Nusa Tenggara Timur, tiap sponsor bisa mendapatkan bayaran hingga Rp5 juta per orang dari agen karena transportasi yang mahal.
Bagi para sponsor, tidak sulit untuk membawa anak-anak bekerja di sektor domestik perkotaan. Tak ada sistem kontrol ketat dari pemerintah seperti halnya persyaratan kerja untuk buruh migran ke luar negeri.
“Kalau ke luar negeri harus ada Kartu Tanda Penduduk, dan sekarang KTP tidak bisa lagi dipalsukan umurnya,” tutur Siti, perempuan yang banting setir dari penyalur tenaga kerja Indonesia ke luar negeri menjadi penyalur PRT.
Sponsor-sponsor semacam Siti, Darmi, dan Ningsih yang mencari keuntungan dari bisnis perekrutan PRT masih akan terus berkeliling selama lingkar kemiskinan masih membelit warga desa.
(rdk/agk)