Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM mencatat jumlah penghuni kasus narkotik di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) menurun pada tahun 2015. Namun, penurunan ini tak disertai dengan meredanya masalah kelebihan kapasitas di dua tempat hunian terpidana dan tahanan tersebut.
Padahal, hingga saat ini, jumlah tahanan dan narapidana kasus narkotik sebanyak 29,34 persen dari total penghuni 173 ribu lebih.
"Saat ini penghuni lapas dan rutan di indonesia didominasi kasus narkotik yaitu data per Agustus 2015 sebanyak 50.764," kata Kepala Subdirektorat Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadiprabowo, Sabtu (19/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari total angka tersebut, jumlah pengguna narkotik mencapai 18.419 sementara bandar narkotik berjumlah 32.345 orang. Pada tahun lalu, jumlah kasus narkotik mencapai 61.822. Sebanyak 33.213 diantaranya adalah bandar narkotik sementara 28.609 merupakan pemakai. (Baca juga:
Pendekatan Spiritual Efektif Sembuhkan Pecandu Narkoba)
Data tersebut tak menjawab masalah kelebihan kapasitas. "Masih ada kelebihan hunian 54.295 orang," kata Akbar. Seharusya, total penghuni 400-an lapas dan rutan adalah 119.532 namun kini sebanyak 173 ribu orang memadati jeruji besi.
"Upaya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam mengatasi kelebihan kapasitas antara lain memberi remisi sesuai ketentuan yang berlalu seperti remisi umum, remisi khusus, remisi tambahan, remisi atas dasar kemanusiaan, dan remisi dasawarsa," ujar Akbar.
Menurut data Kementerian Hukum dan HAM, total narapidana yang mendapatkan remisi lebaran adalah 54.434 orang dari 173 ribu penghuni. Sebanyak 545 orang langsung bebas saat mendapatkan remisi. (Baca juga:
LP Rehab Ditambah Demi Pulihkan 15 Ribu Pecandu Narkotik)
Jumlah ini menurun apabila dibandingkan dengan tahun 2014. Pada tahun lalu, narapidana yang mendapatkan remisi khusus Idul Fitri sebanyak 56.704 orang atau 49,99 persen dari total 113.413 narapidana.
Selain itu, pemerintah, menurut Akbar, berupaya untuk mengoptimalisasi proses intergrasi sosial melalui pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas.
(sur)