Jakarta, CNN Indonesia -- Antasari Azhar duduk di ruangannya dengan wajah letih. Bukan di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang yang ia huni beberapa tahun terakhir ini, melainkan di kantor notaris Handoko Halim. Di sanalah kini Antasari menjalani masa asimilasi sebelum ia resmi bebas tahun depan. (Baca:
Hidup Baru Antasari Azhar di Ruang Kerja 4 x 5 Meter)
Jumat pekan lalu, dalam kondisi yang belum sehat usai menjalani terapi sehari sebelumnya, Antasari menerima kunjungan wartawan CNN Indonesia, Prima Gumilang, di ruang kerjanya. Banyak hal diceritakan mantan Ketua KPK itu, termasuk pergulatan batinnya melepas dendam usai divonis bersalah dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjara.
Bagaimana Anda menjalani masa asimilasi ini?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asimilasi ini pada pokoknya adalah memberi kesempatan pada warga binaan seperti saya sekarang ini untuk bersosialisasi di tengah masyarakat, sehingga diharapkan nantinya setelah bebas tidak ada rasa canggung lagi. Oleh sebab itu asimilasi memang diberikan sebelum bebas.
Saya sekarang di sini memberikan kontribusi soal hukum yang diperlukan, baik diminta maupun tidak diminta oleh notaris. Artinya hal-hal apa saja yang kemungkinan akan berdampak ke masalah hukum atas sekian notaris ini, saya beri masukan sesuai dengan pengalaman saya berkiprah di bidang hukum selama ini.
Jadi kegiatan saya di sini bukan fisik, tapi lebih banyak menggunakan ini (sembari mengarahkan jari ke kepalanya). Semacam konsultan.
Misalnya ada orang datang ke sini, menghadap notaris Pak Handoko untuk dibuatkan akta jual beli sebidang tanah. Notaris sudah melakukan tindakan yang benar. Dia menerima orang itu dan identitasnya dengan jelas.
Cuma setahu saya, tidak ada kewajiban notaris mengecek objek jual beli. Misalnya, penjual dan pembeli datang ke notaris untuk dibuatkan akta jual beli. Tidak ada kewajiban dalam undang-undang bahwa notaris mengecek jual beli tanahnya di mana, apakah tanah itu klir atau enggak. Yang penting buat akta, sudah. Selanjutnya tanggung jawab mereka (penjual dan pembeli tanah).
Nah, saya di sini sarankan ke Pak Handoko berdasarkan pengalaman saya sebagai jaksa, dulu sering memanggil saksi notaris di persidangan. Daripada nanti hal seperti itu muncul lagi, walau tidak diatur dalam undang-undang, apa salahnya secara
incognito melihat objek itu, menemui Pak Lurah, menanyai tanah itu bagaimana keadaannya, sengketa atau klir. Dari situ notaris klir. Kalau buat akta jual beli tidak akan masalah.
Anda pernah mengecek ke lapangan seperti itu?Pernah, saya ke daerah Serang. Waktu itu saya sendiri. Pak Handoko sedang menerima tamu. Sebenarnya tidak ada kewajiban. Cuma ya untuk mencegah notaris terlibat atau dilibatkan dalam masalah hukum.
Sudah berapa lama bekerja di kantor notaris ini?Satu bulan. Saya mulai 13 Agustus.
Mengapa memilih bekerja di kantor ini?Saya warga binaan yang punya latar belakang hukum. Tentu untuk asimilasi ini cari kegiatan-kegiatan yang bersinggungan dengan masalah hukum. Notaris kan masalah hukum. Kalau saya ambil masa asimilasi di pabrik, ada sih masalah hukum perburuhan, tapi kurang tepat. Sehingga disetujui di kantor notaris.
Mengapa memilih kantor notaris Handoko Halim?Kebetulan saya kenal dengan Pak Handoko sejak kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang, S1. Kami sudah kenal secara pribadi, dan beliau juga berkeinginan (mempekerjakan saya) karena melihat selama ini saya banyak bergerak di bidang hukum. Jadi cocok, (saya jadi) tempat dia berkonsultasi.
Bagaimana sosok Handoko Halim?Pak Handoko ini orangnya profesional. Sejak kuliah enggak macam-macam. Dia olahragawan. Dia pemain tenis. Di Sumatera Selatan, orang tidak asing lagi dengan Pak Handoko. Saya dengan beliau dekat. Saya kenal keluarganya.
Waktu kuliah kerja nyata zaman dulu, saya bareng dengan dia. Jadi memang
chemistry sudah ada. Sekarang melaksanakan masa asimilasi enggak ada kesulitan.
Kami tetap menjaga hal-hal yang sudah disepakati. Saya pun ada di sini, semaksimal mungkin saya usahakan tidak akan melanggar ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati. Kan masa asimilasi ada ketentuannya. Begitu juga Handoko.
Jadi memilih karena faktor kedekatan?Tidak ada larangannya, karena bagaimana saya asimilasi di depan orang yang tidak saya kenal sebelumnya? Paling tidak tiga bulan baru penyesuaian diri dengan lingkungan. Kalau di sini kan sudah terbiasa. Dan selama saya di LP, dulu Pak Handoko juga sering mampir. Ya, seorang sahabat menjenguk sahabatnya yang sedang dalam keadaan begitu (sulit).
Suasana kerja di sini seperti apa?Enggak ada masalah. Paling mereka (karyawan), karena tahu latar belakang saya sebelumnya, awal-awal mereka masih melihat (masa lalu saya), tapi saya mencoba mencairkannya.
Ya, dulu saya mantan ketua KPK, tapi sekarang kan saya seorang warga binaan. Sebelumnya mereka ada kecanggungan (pada saya), tapi saya beri pengertian. Tidak ada lagi jabatan yang melekat pada diri saya.
Saya seperti mereka, atau mungkin di bawah mereka. Saya sekarang kan narapidana. Jadi akhirnya mencairlah suasana. Kadang-kadang waktu kosong, kami suka ngobrol.
Posisi Anda di sini sebagai apa?Semacam konsultan. Kalau Pak Handoko bilangnya tenaga ahli untuk membantu dia, memberikan kontribusi masalah hukum. Apa yang saya berikan itu berdasarkan pengalaman saya selama ini, baik sebagai jaksa maupun Ketua KPK.
Apa salah, saya sebagai mantan Ketua KPK, mantan jaksa, saya bagi ilmu yang saya dapat untuk orang lain. Itu yang saya lakukan sekarang.
Saya mengadopsi keyakinan bahwa sebaik-baiknya manusia bermanfaat bagi orang lain. Kalau saya sudah statusnya seperti ini masih ada manfaatnya untuk orang lain ya saya syukuri. Saya tidak membebani orang.
Anda digaji berapa?Sesuai dengan nota kesepahaman antara notaris dengan LP, saya digaji di sini oleh notaris. Satu bulan Rp3 juta. Tapi karena saya warga binaan dalam masa asimilasi, ketentuannya gaji Rp3 juta itu tidak saya terima, langsung setor kas negara. Kemarin tanggal 14, saya terima gaji pertama, sudah langsung setor ke Bendahara LP. Dari situ langsung setor ke kas negara.
Bagaimana perasaan Anda menjalani asimilasi?Sebetulnya perasaan seorang narapidana sama aja. Bukan berarti asimilasi lantas status saya bebas. Enggak. Tetap saya terikat aturan-aturan LP. Perasaan saya, sebagai seorang narapidana tetap harus mengikuti aturan. Jangan sampai saya lupa.
Ketika di luar melakukan langkah-langkah seperti orang bebas, itu enggak boleh. Saya pun enggak terlepas dari pengawalan. Jadi memang disiplin. Dikatakan berat ya tidak berat, dikatakan tidak berat ya saya terkekang. Tapi memang harus dikekang karena saya warga binaan.
Kalau Anda kan enak, nanti pulang bisa mampir warung kopi. Kalau saya enggak bisa, karena saya masih terikat. Saya ini belum bebas, masih asimilasi. Justru ini poses latihannya. Kalau saya laksanakan sesuai prosedur, dan dalam proses ini saya tidak melakukan tindak pidana, tidak melakukan perbuatan moral tercela, proses pembebasan saya mungkin makin lancar.
Asimilasi itu kepercayaan. Sudah diteliti, dirapatkan, disidangkan di dalam LP, dengan pertimbangan pimpinan. Berat menjaga kepercayaan.
Di tengah wawancara, seorang karyawan mengantarkan nasi kotak dan uang Rp50 ribu.“Loh Bu, ini uangnya?” ujar Antasari“Enggak ada kembalian, Pak,” kata si karyawan. “Sudah, pegang saja (uangnya). Nanti kalau ada perlu tinggal pesan saja,” kata Antasari. Saya belum sarapan. Tadi di LP, sebelum saya keluar, saya harus sidik jari di buku registrasi keluar, lalu diantar portir (keluar Lapas). Belum sempat sarapan tadi.
Gula darah saya mendadak naik, kira-kira dua bulan lalu, sehingga pola makan sudah mulai saya atur meski di penjara. Banyak sih makanan tadi pagi (di Lapas). Tapi tidak ada makanan yang bisa saya konsumsi karena kondisi saya. Waktu bulan puasa kan saya minum minuman yang manis. Saya
lost control.
Apa harapan Anda selama proses asimilasi?Harapan seorang narapidana tidak ada yang lain: bebas.
Setelah kembali ke Lapas usai bekerja, apa yang biasanya Anda lakukan?Sore jam 05.00, saya kembali ke LP. Di sel, saya ambil kegiatan-kegiatan positif. Baca buku, nulis pengalaman hari ini, buku autobiografi. Menulisnya malam, di atas jam 08.00. Setelah makan malam, sampai sebelum salat malam jam 01.30. Baru istirahat sampai subuh.
Seperti apa kamar Anda di Lapas?Kira-kira (luasnya) sama dengan ruangan ini (sekitar 4 x 5 meter). Ada ratusan buku, saya dapat dari orang yang besuk. Jadi penuh. Ada tempat salat, tempat tidur.
Bagaimana suasana batin Anda ketika pertama kali menginap di Lapas?Sebagai orang beriman yang meyakini suatu agama, itu semua sudah takdir yang harus saya jalani. Misalnya kenapa Anda jadi wartawan? Apa dari lahir sudah pernah terpikir? Enggak kan? Jadi sudah ada bagiannya, sudah ada takdirnya masing-masing, dan itu harus dijalani. Cuma masalahnya adalah apakah setelah menjalani itu kami masih diberi kesehatan? Itu yang penting, itu yang saya jaga.
Kembali ke tujuh tahun lalu, yang pertama saya pikirkan, ya Allah ini rupanya takdir hidup saya. Saya harus jalani sehingga tidak ada beban. Saya menerima takdir itu, saya harus terima. Ya sudah begini, mesti dijalani meski perbuatan (kesalahan) itu tidak ada menurut saya, tapi itu harus saya jalani.
Adakah sesuatu yang positif selama di Lapas?Mana ada orang senang dipenjara. Semua orang tidak berdoa ingin masuk LP. Itu yang saya katakan tadi, kalau sudah takdir yang menunjukkan, tidak boleh ditolak. Tapi tidak ada orang berniat masuk LP. Di Hungaria, negara di Eropa, penjaranya kayak kamar hotel bintang lima, tapi enggak ada orang yang mau masuk.
Anda pernah menjadi orang yang punya pengaruh kuat di negeri ini, sebagai Ketua KPK, namun status sekarang berbeda. Bagaimana rasanya?Saya tidak melihat saya paling kuat di negeri ini waktu jadi Ketua KPK. Jadi Ketua KPK bukan cari kuat cari lemah. Melaksanakan tugas mulia yang diberikan oleh bangsa ini untuk memberantas korupsi, sehingga membuat negara ini jadi baik, bersih dari korupsi. Bukan kuat atau tidak kuat.
Nah, sekarang saya berada di LP. Itu saya bilang takdir. Sebaliknya Nabi Yusuf, begitu dia masuk penjara, dia belum nabi. Keluar penjara bisa jadi nabi. Soekarno masuk penjara belum presiden, keluar penjara jadi Presiden Republik Indonesia pertama. Itu semua takdir. Banyak contoh di Indonesia. Sutan Sjahrir, Hatta. (Takdir) mereka justru lebih berat. Dibuang ke daerah penuh malaria, serba sulit.
Soal dugaan kriminalisasi yang Anda alami, bagaimana?Saya tidak mau cerita soal itu. Itu sudah selesailah, itu masa lalu.
Tapi bagaimana sikap Anda terhadap mereka yang dulu Anda sebut mengkriminalisasi Anda?Saya sudah berkomitmen sama diri saya, saya tidak dendam kepada siapa pun. Sudahlah. Yang penting saya menjalani asimilasi ini, mudah-mudahan setelah itu saya bisa bebas. Kemudian setelah bebas, saya menjalani kehidupan baru. Dulu saya masuk penjara belum ada cucu, sekarang sudah ada cucu.
Bagaimana Anda bisa melepaskan dendam itu?Saya sudah berkomitmen. Untuk apa saya dendam? Orang dendam itu menyimpan perasaan, bisa sakit. Lepaskanlah sudah. Ini takdir saya. Yang lalu sudah saya lupakan, satu-dua tahun ini.
Soal permohonan grasi yang Anda ajukan, sampai mana prosesnya?Itu sedang dipertimbangkan Presiden, itu pun dari yang saya baca di media.
Selain keluarga, siapa yang paling berkesan di antara mereka yang menjenguk Anda?Cucu saya.
Setelah keluar dari Lapas, apa rencana Anda?Saya ingin tetap sehat keluar dari LP, dan saya ingin menjalani kehidupan baru sebagaimana orang bebas. Banyak yang bisa dilakukan. Pada masa asimilasi ini, saya bisa berkontribusi ilmu. Di luar nanti, mungkin saya bisa mengajar.
(agk)