Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah resmi dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk segera disidangkan, Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad meminta jaksa buka-bukaan dalam evaluasi awal berkas perkaranya.
"Kami belum memikirkan jauh sampai deponering atau segala macam. Kami baru berharap di tahap evaluasi awal, jangan sampai jaksa cuma jadi tukang pos yang mengantar berkas ke pengadilan," kata pengacara Samad, Julius Ibrani kepada CNN Indonesia, Selasa (22/9).
Dia menegaskan, keterbukaan adalah hak tersangka yang harus dipenuhi oleh jaksa. Terlebih keterbukaan itu tidak didapatkan Samad dari polisi dalam masa penyidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Julius mengatakan, pihaknya telah melakukan investigasi terkait dokumen kartu keluarga yang disangka dipalsukan oleh kliennya. Hasilnya, "diduga kuat dokumen itu tidak pernah ada dan hanya fotokopi."
Berbekal hasil investigasi itu, Samad meminta penyidik untuk melakukan gelar perkara khusus untuk membuktikan keberadaan dokumen tersebut. Namun, hingga pemberkasan perkaranya rampung, polisi tidak pernah memenuhi permintaan itu.
Walau demikian, dia mengatakan, pihaknya akan mengikuti proses hukum yang berlangsung. Hal tersebut, sebut Julius, merupakan bentuk tanggung jawab Samad sebagai warga negara Indonesia.
"Buktinya hari ini Pak Abraham Samad datang jam 11 untuk pelimpahan," kata Julius.
Kejanggalan Saat PelimpahanNamun proses pelimpahan itu tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Kata Julius, Samad dibiarkan menunggu begitu saja oleh penyidik hingga lewat jam makan siang.
"Ini bukti ada rekayasa. Ada sesuatu yang dipaksakan," kata Julius. "Mestinya terbuka saja, kalau memang bukti belum cukup untuk pelimpahan tidak perlu dipaksakan."
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyatakat Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat Komisaris Barung Mangera mengatakan Samad telah diberangkatkan ke Kejaksaan sejak siang, sehabis Dzuhur.
(Baca:
Abraham Samad: Negara Melupakan Kami)
Menanggapi itu, Julius berkeras, ada yang salah dengan proses pelimpahan ini. "Tetap saja, kalaupun benar, ada waktu tiga jam Pak Abraham Samad didiamkan dan tidak diberi informasi apa-apa sampai setelah makan siang," ujarnya.
Walau begitu, dengan segala kejanggalan ini, Julius tetap optimistis. Menurutnya, rekayasa itu jelas tampak dalam proses hukum yang dialami Samad.
"Ditetapkan tersangka beberapa hari setelah dilaporkan, tapi berkas rampung baru setelah tujuh bulan," kata Julius. "Padahal menetapkan tersangka itu jelas harus ada setidaknya dua alat bukti yang sah."
"Ini ada kepentingan agar Pak Samad tidak lagi memimpin KPK dan mengusut kasus Komjen Budi Gunawan. Selain itu, memastikan juga agar Pak Samad tidak maju lagi sebagai calon pimpinan KPK," ujarnya.
Samad disangka telah membantu Feriyani Lim, seorang wanita warga Pontianak, Kalimantan Barat untuk membuat paspor pada 2007 silam. Nama Feriyani diduga telah dimasukan ke dalam kartu keluarga Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar.
Feriyani yang tidak terima ditetapkan sebagai satu-satunya tersangka, melapor ke Badan Reserse Kriminal Polri. Tak lama kemudian, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat menetapkan Samad sebagai tersangka.
Dia ditetapkan sebagai tersangka tak lama setelah institusinya menjerat Komisaris Jenderal Budi Gunawan dalam kasus dugaan gratifikasi. Meski status tersangka jenderal yang kini menjabat sebagai Wakil Kepala Polri itu dicabut lewat gugatan praperadilan, perkara ini menjegal langkahnya untuk menempati posisi nomor satu di Kepolisian.
(rdk)