Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) Komisaris Jenderal Anang Iskandar mengatakan pihaknya tidak bisa turut mengusut kasus pembantaian sekeluarga di Teluk Bintuni, Papua Barat.
"Karena pelakunya diduga oknum TNI (Tentara Nasional Indonesia), kami tidak bisa mengusut," kata Anang di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (22/9).
Hal ini disampaikan meski sebelumnya, pada akhir pekan lalu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) sempat mendatangi Bareskrim untuk meminta dukungan dalam pengusutan kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walau tidak bisa ikut mengusut, Anang mengatakan pihaknya akan membantu menjembatani lembaga pimpinan Arist Merdeka Sirait itu dengan TNI. "Saya memang sudah bertemu dengan Pak Arist. Saya akan fasilitasi Pak Arist agar bisa masuk ke sana (TNI)," kata Anang.
Hal itu pun dibenarkan oleh Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat Brigadir Jenderal Royke Lumowa. "Iya, artinya kami memberi penjelasan ke Kodam, mereka memahami."
Dia mengatakan, penetapan status tersangka adalah kewenangan Detasemen Polisi Militer. Kepolisian hanya memberikan berkas perkara yang selama ini sudah dikerjakan untuk ditindaklanjuti oleh TNI.
"Karena memang sudah memenuhi unsur dua alat bukti, makanya panglima menerima, cocok," kata Royke.
Sementara itu, Kepala Penerangan Komando Daerah Militer Cendrawasih Kolonel Teguh mengatakan pihaknya masih berupaya menambah alat-alat bukti sehingga belum menetapkan tersangka. Alat-alat bukti itu antara lain adalah penggunaan telepon genggam, forensik dan pemeriksaan saksi.
"Itu butuh waktu lama karena harus mencari saksi, barang bukti yang lain. Kalau sudah cukup, baru nanti POM (Polisi Militer) itu akan menyatakan seperti apa kelanjutannya," kata Teguh.
Sebelumnya, oknum TNI anggota Batalyon Infanteri 752 Teluk Bintuni, Prajurit Dua SJ, telah diamankan terkait kasus ini. Dia diduga telah membantai anggota keluarga warga sipil bernama Yulius Hermanto. Istri Yulius, FDS, beserta dua orang anaknya mesti meregang nyawa karena perbuatannya.
Pembunuhan terjadi pada 25 Agustus 2015 saat FDS beserta kedua anaknya sedang berada di rumah. Sementara Yulius yang bekerja sebagai kepala sekolah pergi pukul 06.30 WIT untuk mengantar perwakilan guru yang berkunjung ke sekolah.
Saat Yulius pergi, pembunuhan tersebut terjadi. FDS tewas setelah diperkosa dan dibunuh dengan sadis, diduga menggunakan senjata tajam. Sementara kedua anaknya dibunuh lantaran melihat kejadian pembunuhan ibunya.
(meg)