Jakarta, CNN Indonesia -- Komisaris PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Hasan Widjaja divonis dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta terkait korupsi rencana pendirian lembaga kliring PT Indokliring International tahun 2012.
"Menyatakan terdakwa sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan hukuman penjara dua tahun dan denda Rp 100 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar, diganti dengan hukuman kurungan tiga bulan," kata Hakim Ketua Ibnu Basuki saat membacakan vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (28/9).
Menanggapi vonis itu, Hasan melalui kuasa hukumnya, Tito Hananta Kusuma menyatakan menerima putusan tersebut. Tito memberikan apresiasi terhadap putusan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun kami akan mengupayakan remisi untuk terpidana usia lanjut. Apalagi yang memiliki penyakit seperti Pak Hasan ini," kata Tito seusai sidang.
Tito berpendapat terpidana usia lanjut dan berpenyakit seharusnya lebih diperhatikan pemerintah untuk diberikan remisi. Apalagi, kata Tito, saat ini terdapat ribuan terpidana yang berusia lanjut.
"Masih ada ribuan terpidana usia lanjut dan punya penyakit. Kami akan mohon ke presiden untuk remisi, akan kami perjuangkan karena sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia," katanya.
Lebih lanjut, Tito mengatakan berterima kasih karena Hasan masih diizinkan berobat untuk cuci darah tiga kali dalam seminggu untuk pengobatan penyakit ginjalnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan lalu menuntut Hasan agar dihukum tiga tahun penjara denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.
Jaksa menyebut, ada uang sekitar Rp 7 miliar yang disiapkan terdakwa Hasan bersama bekas Direktur PT BBJ Bihar Sakti Wibowo untuk Syahrul Raja Sempurnajaya yang menjadi Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) kala itu.
“Kami menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan terdakwa Hasan Wijaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama,” kata jaksa Hairudin dalam sidang 16 September lalu.
Jaksa menuntut Hasal bersalah melanggar pidana Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.
Terdakwa Hasan diduga bersepakat dengan Syahrul Raja Sempurnajaya untuk memberi uang Rp 7 miliar. Hasan lantas meminta Bihar Sakti Wibowo menyiapkan uang tersebut dan diberikan kepada Syahrul.
(rdk)