Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat diprediksi akan terus buruk kinerjanya selama belum ada perbaikan sistem ketatanegaraan di Indonesia. Minimnya produk Undang-Undang yang dihasilkan selama satu tahun DPR periode 2014-2019 bekerja pun dianggap wajar karena adanya kelemahan dalam sistem tata negara tersebut.
"Lemahnya peran DPR saat ini adalah akibat dari belum tercapainya kesepakatan jangka pendek antar aktor. Kerja DPR akan cenderung memble dalam sistem yang serba setengah-setengah seperti saat ini," ujar pakar ilmu politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim kepada CNN Indonesia, Kamis (1/10).
Menurut Gaffar, sistem ketatanegaraan yang berjalan di Indonesia membuat kesepakatan jangka pendek antar lembaga negara menjadi penting dalam pembuatan produk hukum maupun kebijakan. Untuk mengatasi hal tersebut menurutnya perbaikan sistem diperlukan agar tugas eksekutif dan legislatif terbagi dengan jelas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sistem kita yang rancu membuat pembagian tugas antara eksekutif dan legislatif menjadi tidak jelas dan tergantung pada kesepakatan jangka pendek saja," katanya.
Pasca amandemen UUD 1945 dilakukan, tidak ada lagi lembaga negara yang memiliki kewenangan tertinggi seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat sebelum orde baru runtuh. Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki posisi yang setara dibawah UUD 1945.
Dalam menyusun RUU ketiga lembaga tersebut memiliki peran yang sama pentingnya. Usulan UU dapat berasal dari eksekutif maupun legislatif. Sementara lembaga yudikatif berperan untuk mengawasi dan mengadili pelanggaran dari kedua lembaga tersebut berdasarkan peraturan yang berlaku.
Sampai setahun setelah DPR 2014-2019 bekerja diketahui baru ada 3 produk legislasi yang dihasilkan. Padahal, terdapat 37 RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) khusus tahun ini.
Menanggapi minimnya jumlah UU yang dihasilkan, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan bahwa parlemen bukan pabrik undang-undang. Ia menilai meski fungsi legislasi di DPR mendapat sorotan publik target prioritas Program Legislasi Nasional bukan urusan angka.
Politisi Parta Gerindra itu menyatakan tidak semua RUU yang masuk dalam Prolegnas mesti disahkan sebagai Undang-Undang. Sebab pada dasarnya semua usulan RUU yang ada di DPR bisa diterima, bisa juga ditolak.
"Kritik itu memang selalu ada. Tapi kalau misalnya menilali legislasi dari angka, itu salah," kata Fadli di Kompleks DPR RI.
(bag/bag)