Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dibebankan tugas berat, yaitu memajukan bidang riset dan teknologi Indonesia yang sudah terlanjur anjlok. Anggaran minim jadi salah satu batu sandungan.
Pada era 1990-an dunia riset Indonesia setara dengan Malaysia. Namun kini, posisi Indonesia terjun bebas, sedangkan Malaysia terus naik meroket. Bila melihat alokasi dana untuk sains yang digelontorkan Malaysia, negeri jiran itu memang jauh lebih serius dibanding Indonesia.
Alokasi dana untuk sains di Indonesia termasuk terendah di Asia Tenggara, yaitu 0,09 persen dari total produk domestik bruto (PDB). Jauh lebih kecil bandingkan dengan Malaysia dengan 1 persen dan Singapura sebesar 2,5 persen.
Banyak periset Indonesia yang unggul dan sukses di kancah internasional. Namun, sayangnya sulit ditarik kembali ke dalam negeri dengan alasan tidak ada industri lokal yang bisa menampung mereka.
Jurnalis
CNN Indonesia Yohannie Linggasari berbincang lebih jauh terkait bidang riset dan teknologi Indonesia dengan Mohamad Nasir di ruang kerjanya yang berlokasi di bilangan Thamrin. Berikut petikan wawancaranya:
Indonesia tertinggal dibanding negara lainnya dalam bidang riset dan teknologi. Jumlah publikasi riset Indonesia, masih di bawah Thailand. Apa strategi Anda untuk meningkatkan bidang ini?Strategi yang harus kami lakukan adalah semua perguruan tinggi harus meningkatkan publikasi riset. Perguruan tinggi negeri berbadan hukum, saya berikan mandat, untuk melakukan pengembangan atau peningkatan risetnya. Yang terjadi per Oktober 2015 ini adalah kenaikan publikasi sangat signifikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemarin posisi Indonesia hampir sama dengan Vietnam, sekarang sudah melampaui jauh. Saya ingin mendekat menuju posisi Thailand. Ini akibat dari tekanan-tekanan yang kami lakukan kepada perguruan tinggi.
Kedua, mencoba melakukan publikasi secara internasional yang punya reputasi dunia. Supaya reputasi perguruan tinggi kita meningkat. Kenaikannya luar biasa. (Catatan: menurut data Kemenristekdikti per 25 September 2015, jumlah publikasi internasional Indonesia mencapai 5.421 buah).
Apa prioritas Anda di bidang riset dan teknologi?
Saya punya delapan prioritas, yaitu bidang kesehatan dan obat, pangan dan pertanian, teknologi informasi dan komunikasi, transportasi, material maju, pertahanan, energi terbarukan, serta maritim. Jadi, delapan fokus ini yang kami tekankan. Saat itu, kami langsung bentuk Dewan Riset Nasional. Sudah saya sahkan surat keputusannya.
Tujuannya biar koordinasi dengan AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia), bersama dengan Dewan Pendidikan Tinggi. Tujuannya untuk meningkatkan riset. Tidak cukup cuma riset. Harapan saya, riset bisa menjadi satu inovasi atau dihilirisasi.
Anggaran minim, tetapi prioritasnya ada delapan. Strategi Anda?Kalau fokus pada anggaran dari pemerintah, memang kecil. Sebenarnya, semua perusahaan mengalokasikan biaya riset. Besok tanggal 7 Oktober, akan kami temukan industri dengan para peneliti. Supaya apa? Tujuannya, riset-riset yang ada di perguruan tinggi yang sudah masuk TRL (Technology Readiness Level) 7, bisa ditingkatkan skalanya.
Peningkatan skala teknologi kan butuh biaya besar, di situlah industri berperan. Harapannya begini. Pemerintah kalau bisa membiayai sampai prioritas enam atau tujuh, nah nanti sisanya industri. Jadi, bukan hanya pemerintah yang ambil peran, melainkan juga industri.
Sudah mulai jalan sistem seperti itu?Ini sudah mulai kolaborasi. Contohnya begini, kami mempertemukan antara peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan Kalbe Farma, menyangkut peremajaan tulang. Yang berikutnya, penelitian dari Badan Tenaga Nuklir Indonesia (Batan).
Kaitannya dengan radiasi isotop yang bisa digunakan untuk pengobatan kanker. Ini juga dilakukan. Sekarang dalam tahap peningkatan skala dengan industri.
Yang saya kagumi dari karya anak bangsa adalah riset di bidang aerospace. Biasanya dikembangkan negara maju, tetapi Indonesia sudah mampu menghasilkan itu.M Nasir |
Teknologi karya anak bangsa yang Anda kagumi?Yang saya kagumi dari karya anak bangsa adalah riset di bidang aerospace. Biasanya dikembangkan negara maju, tetapi Indonesia sudah mampu menghasilkan itu. Nanti tanggal 28 Oktober kami akan luncurkan, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Ada pesawat indonesia yang disebut N-219. Ini adalah karya para peneliti Indonesia.
Kalau sudah selesai, semua navigasi ditata, harapannya pada April mendatang akan disertifikasi, lalu uji terbang. Targetnya pada Juni mendatang, pesawat ini sudah uji layak terbang. Kalau itu berhasil, tahun 2016, harapan saya adalah tahun kebangkitan kedirgantaraan Indonesia. Sangat berprestise dan membanggakan Indonesia.
Indonesia akan punya kewibawaan di mata dunia. Kemudian, Indonesia juga sudah sukses meluncurkan satelit. Dalam hal ini, untuk menangani masalah kebumian. Ini sudah diluncurkan 28 September lalu. Mudah-mudahan ini bisa dimanfaatkan anak Indonesia seterusnya.
Bagaimana dengan teknologi sederhana untuk kehidupan sehari-hari?Contoh teknologi sederhana karya anak Indonesia adalah Desa Inovasi Nelayan. Nelayan menghasilkan tangkapan ikan, kalau enggak bisa dijual kan dibuat ikan asin yang nilai tambahnya lebih rendah. Sekarang, ada vacuum frying, pengeringan tetapi dengan teknologi sederhana. Nanti ikan dibersihkan, lalu masukan ke situ (vacuum frying).
Nanti akan kering dan bisa dimakan, tanpa pakai minyak. Buah juga bisa. Teknologi itu sudah kami terapkan di Kalimantan. Ada pula teknologi permunian air dari Institut Teknologi Bandung. Sekarang sudah masuk industri. Kemarin ada lima alat yang kami serahkan ke korban Sinabung.
Adakah teknologi karya orang Indonesia yang Anda gunakan?Ada, sebuah teknologi sederhana. Masyarakat kan suka bakso. Selama ini bakso ini dibikinnya kan pakai tangan untuk membulatkannya. Sekarang ada teknologi tepat guna dan sederhana. Kalau sudah ada adonan (bakso), dimasukkan ke alat itu, langsung digerakkan dengan dinamo kecil.
Satu menit bisa menghasilkan 250 butir bakso. Saya termasuk pakai juga sekarang. Yang bikin dari Universitas Pembangunan Nasional Surabaya. Jadi, sekarang bisa cepat buat bakso. Dulu bisa seharian sendiri untuk membulatkannya, sekarang hanya 30 menit, semua proses sudah selesai.
Bagaimana cara menarik periset Indonesia yang sudah sukses di luar negeri untuk pulang dan berkarya di dalam negeri?Ini cukup berat bagi saya. Di Malaysia itu, ada perusahaan mobil, namanya Proton. Desainernya, 10 orang dari Indonesia. Pertanyaannya, kalau kita tarik mereka pulang ke Indonesia, masuk industri mana? Ini masalah.
Saya juga temukan salah satu perancang microchip di Amerika adalah orang Indonesia. Masalahnya adalah, kalau (periset) ke Indonesia, enggak ada tempatnya. Maka kami sedang bicarakan dengan Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian, bisa enggak difasilitasi untuk itu? Supaya diaspora bisa kembali ke Indonesia.
Bidang apapun itu, banyak periset Indonesia yang berhasil. Di Australia, juga ada di bidang kesehatan, dokter lagi, dia menjadi chairman di Australian National University. Dia jadi profesor di sana. Ada lagi ahli nuklir kedokteran. Ini juga perlu kita siapkan. Sekarang dia di Belanda. Jadi, sebenarnya buanyak diaspora kita yang sukses di luar negeri. Sayangnya, kita belum punya infrastruktur memadai. Presiden selalu menyampaikan untuk jalan satu demi satu tahap.
(sip/eno)