Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat jumlah kasus kriminalisasi yang terjadi sejak awal 2015 sebanyak 49 orang. Kriminalisasi tersebut meningkat ketika Komjen Pol Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa menduga adanya penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan pihak kepolisian. Bahkan dia menilai presiden tidak cukup kuat mengendalikan kepolisian. Dalam catatannya, Presiden Joko Widodo telah dua kali meminta agar kriminalisasi dihentikan. Namun kriminalisasi masih saja berlanjut hingga kini.
"Kewenangan kepolisian begitu kuat, ini menjadi ancaman bagi demokrasi," kata Alghiffari saat memberikan sambutan pada deklarasi Gerakan Rakyat Melawan (Geram) Kriminalisasi di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Jumat (2/10)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Advokasi YLBHI Bahrain mengatakan, saat ini tidak hanya rakyat kecil yang dikriminalisasi. Sejumlah lembaga penegak hukum juga dijadikan korban kriminalisasi. Beberapa di antaranya KPK, Komisi Yudisial, Komnas HAM, mantan Hakim Agung, dosen, serta aktivis anti korupsi.
"Hari ini kita siap pasang badan membela siapa pun yang dikriminalisasi," kata Bahrain di hadapan massa buruh, mahasiswa, guru, musisi, dan pekerja seni.
LBH merilis sejumlah korban kriminalisasi pasca Budi Gunawan dijadikan tersangka korupsi. Di lingkungan KPK, Abraham Samad, ketua non aktif lembaga antikorupsi ini ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan pemalsuan dokumen.
Sementara wakilnya, Bambang Widjojanto dituding mengarahkan kesaksian palsu dalam sengketa Pilkada Kota Waringin Barat. Kepala Biro Hukum KPK juga dilaporkan ke Bareskrim dengan tuduhan menyebarkan berita bohong.
Bahkan 21 penyidik KPK diancam dengan pasal kepemilikan senjata api ilegal oleh Bareskrim Polri. Selain itu, tiga direktur KPK dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang. Salah satu penyidik KPK, Novel Baswedan, juga mengalami kriminalisasi.
Ketika Komnas HAM mengumumkan hasil penyelidikannya yang menyatakan adanya pelanggaran HAM saat penangkapan Bambang, mereka malah disomasi oleh kuasa hukum penyidik Polri.
Di sisi lain, Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim atas dugaan korupsi saat menjabat sebagai wakil menteri hukum dan HAM. Dia juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus payment gateway.
Kriminalisasi juga dialami dua dosen Universitas Andalas. Mereka dilaporkan ke kepolisian karena dugaan pencemaran nama baik dan penghinaan terhadap Hakim Sarpin yang memimpin sidang Pra Peradilan Budi Gunawan.
Selain keduanya, mantan Hakim Agung Komariah Emong dan Komisioner Komisi Yudisial ikut ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas tuduhan pencemaran nama baik Hakim Sarpin.
Atas sekian kasus kriminalisasi tersebut, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menjelaskan makna istilah yang tengah menjadi persoalan itu. Menurutnya, kriminalisasi adalah upaya mencari kesalahan. Penegak hukum, tambahnya, tidak boleh mencari-cari kesalahan seseorang, kecuali dia tertangkap tangan berbuat salah.
"Bukan perbuatan pidana tapi dipidanakan, itu tidak boleh. Ini yang harus kita lawan," ujar Bambang Widodo dalam orasinya.
Dia mengatakan, selama memimpin KPK, Bambang Widjojanto banyak menangkap koruptor. Namun kini dia justru dikriminalisasi. Dia menegaskan, polisi bukan sebagai alat politik, tapi hanya untuk penegakan hukum saja.
"Kalau ada gejala polisi dipolitisir, kami harus lawan. Kalau ada kriminalisasi, kita lawan!" tegasnya disambut riuh dukungan massa.
Bagi Alghiffari, maraknya kriminalisasi menunjukkan bahwa kepolisian sebagai representasi aparatur negara justru tidak melakukan perlindungan hukum kepada warga negaranya.
Geram Kriminalisasi meminta presiden untuk segera mengambil langkah strategis untuk pemulihan kepercayaan masyarakat di bidang penegakan hukum. Mereka juga mendesak Jaksa Agung untuk bertindak independen dan tidak melanjutkan praktik kriminalisasi yang dilakukan kepolisian.
(pit)