Aktivis Desak Polisi Gerak Cepat Usut Tuntas Pembunuhan Anak

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Senin, 05 Okt 2015 09:01 WIB
Satuan Tugas Perlindungan Anak mencatat pada 2015 ini, sebanyak lima anak dibunuh orang dewasa, dan empat anak dibunuh teman sebayanya.
Lokasi pembunuhan bocah dalam Kardus. (DetikFoto/Yudhistira)
Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan tugas perlindungan anak (Satgas PA) mendesak Kepolisian bergerak cepat menuntaskan proses hukum atas semua kasus pembunuhan anak yang terjadi selama tahun 2015.

Ketidakjelasan siapa pelaku atas kasus yang menewaskan anak membuktikan hingga kini anak masih belum menjadi prioritas dari aparat penegak hukum. 

Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada 2015 tercatat lima anak tewas akibat dibunuh dengan sadis, antara lain Angeline, dua anak yang tewas dimutilasi di Teluk Bintuni Jayapura, bocah Arif yang tewas dicukur dan dibotaki di Wonogiri Jawa Tengah, serta terakhir Putri Fauziah yang jasadnya dilakban dan ditaruh di dalam kardus. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, terdapat pula empat anak terindikasi meninggal akibat kekerasan teman sebaya, dan tiga di antaranya terjadi di sekolah. 
"Meski tiga kasus sudah masuk proses hukum, namun tak satu pun pelaku yang dijebloskan ke penjara," kata aktivis dan pemerhati anak dari Satgas PA, Farid Ari Fandi, kepada CNN Indonesia, Senin (5/10). 

Farid mencontohkan satu kasus terakhir di Bintuni, Jayapura. Meski Kementerian Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Perempuan telah menerjunkan dua staf khususnya ke sana untuk berkoordinasi dengan aparat dan pemda setempat, hingga kini pihak Kepolisian belum juga melimpahkan perkara ke pengadilan. 
"Artinya, meski semua orang berbicara tentang setop kekerasan anak atau setop pembunuhan anak, namun ketika di lapangan semua itu menjadi tidak efektif. Terbukti hingga hari ini tidak ada eksekusi yang menggembirakan untuk para pembunuh anak," ujarnya.

Lebih jauh, dia juga meminta pemerintah untuk kembali mengevaluasi efektifitas Ketetapan Presiden atas Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual atas Anak (GN AKSA) untuk menyentuh sistem perlindungan yang terdekat kepada anak, yaitu orang tua, keluarga, lingkungan dan masyarakat. 
Desakan juga disampaikan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asroroun Ni'am yang meminta Kepolisian lebih cekatan memproses hukum kasus pembunuhan anak, yang terbaru adalah tewasnya Putri dalam kardus. Menurutnya, jika terbukti, pelaku layak mendapat hukuman mati karena perbuatannya sangat sadis dan efeknya menebar ketakutan psikologis ke masyarakat.

Selain terungkapnya dugaan tindak kekerasan seksual dalam pembunuhan itu, pembunuhan juga dikemas dengan cara yang tidak manusiawi.

"Jika memang dalam penyelidikan nanti didapati unsur yang bisa menjadi jeratan hukuman, pelaku layak mendapatkan hukuman mati," ujar Ni'am.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menyatakan Ibu Negara Iriana Joko Widodo perlu angkat suara menanggapi pembunuhan bocah perempuan yang tewas di dalam kardus itu.
Menurut Arist, pembunuhan itu telah menjadi semacam puncak tragedi yang menebar ketakutan orang tua terhadap anak-anaknya. Iriana sebagai simbol ibu negara dinilai perlu angkat bicara menanggapi kasus tersebut, untuk setidaknya menenangkan masyarakat, terutama kalangan orang tua.

"Pembunuhan ini bukan cuma sadis, tapi ini perbuatan biadab. Saya selalu merindukan Ibu Jokowi untuk bicara menanggapi persoalan-persoalan seperti ini, agar semua elemen ikut tergerak," kata Arist. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER