KPK Murka soal RUU Usulan DPR: Tak Perlu SP3

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 07 Okt 2015 09:10 WIB
Draf revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi usulan DPR mengamputasi wewenang KPK, selain juga membatasi masa "hidup" KPK menjadi 12 tahun ke depan.
Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji bak murka pada Rancangan Undang-Undang KPK usulan Dewan Perwakilan Rakyat yang dibahas di Badan Legislasi DPR, kemarin.

Pada RUU KPK itu, sejumlah wewenang komisi antirasuah justru diamputasi. "Revisi ini tegas jelas mengamputasi wewenang khusus lembaga KPK menjadi public institution," kata Indriyanto yang akrab disapa Anto, ketika dihubungi CNN Indonesia, Rabu (7/10).

Ini misalnya terlihat pada aturan yang ditambahkan pada Pasal 42 RUU KPK terkait Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal pada UU yang berlaku saat ini, KPK tak punya wewenang untuk menghentikan pengusutan kasus dalam masa penyidikan. Artinya, semua kasus yang disidik KPK akan berujung ke meja hijau.

Catatan KPK menunjukkan, tak ada satu pun pejabat atau pengusaha yang terjerat kasus korupsi, lolos dari vonis bui.
KPK misal menjadi sorotan ketika menjebloskan pejabat tinggi di lingkungan penegak hukum, yakni mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, ke bui seumur hidup. Akil divonis menerima suap saat menangani perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah di beberapa wilayah.

Dari data KPK sejak Januari hingga 30 Juni 2015, terdapat penyelidikan 40 perkara, penyidikan 18 perkara, penuntutan 23 perkara, inkrah (berkekuatan hukum tetap) 14 perkara, dan eksekusi 18 perkara.

Apabila dikalkulasikan dengan total penanganan korupsi dari tahun 2004-2015, maka KPK telah menghelat penyelidikan 705 perkara, penyidikan 427 perkara, penuntutan 350 perkara, inkrah 297 perkara, dan eksekusi 313 perkara.

Beda KPK dan Polri

Aturan penetapan tersangka KPK dan Polri jelas berbeda. Dalam aturan prosedur hukum acara, lembaga penegak hukum akan melewati tahap penyelidikan, penyidikan, dan penununtan. Pada institusi KPK, penetepan tersangka dilakukan saat memasuki masa penyidikan yang disertai terbitnya Surat Perintah Penyidikan (sprindik).

Saat itu KPK telah mengantongi dua alat bukti yang cukup kuat. Artinya pada masa penyelidikan, tim antirasuah bekerja dua kali lipat menggodok dan mengusut laporan masyarakat atau mengembangkan kasus.

“Karakter khusus penindakan KPK adalah Pasal 44 UU KPK. Pada tahap penyelidikan apabila tidak ada bukti permulaan cukup dengan minimum dua alat bukti, maka suatu kasus dapat dihentikan penyelidikannya. Jadi SP3 tidak perlu,” kata Anto.

Sistem semacam itu membawa KPK berhasil menggeret pejabat negara setingkat menteri ke meja hijau. Contohnya, dua menteri tengah kini diadili dengan dakwaan korupsi. Pertama adalah Jero Wacik. Jero didakwa memeras dana operasional menteri ketika menjadi orang nomor satu di Kementerian Budaya dan Pariwisata serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Kedua ialah Suryadharma Ali. Saat menjadi Menteri Agama di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, politikus Partai Persatuan Pembangunan itu didakwa korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Baik Jero maupun Suryadharma kini mendekam di rumah tahanan. Saban minggunya, mereka dipanggil pengadilan untuk disidang.
Polri justru kerap menetapkan tersangka setelah masa penyidikan. Artinya, masa penyidikan adalah masa pencarian alat bukti. Sementara penyelidikan justru mengonfirmasi laporan masyarakat. Sesuai aturan, polisi bisa menerbitkan surat penghentian penyidikan apabila dirasa tak menemukan bukti kuat.

"Kalau DPR memang bersikukuh untuk melakukan revisi yang berakibat pengamputasian eksistensi KPK, maka sebaiknya dipikirkan saja perlu tidaknya kelembagaan KPK di bumi tercinta ini," ujar Anto.

Secara terpisah, Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo menyebut nasib KPK dan agenda pemberantasan korupsi di masa depan kini akan turut ditentukan oleh Presiden Jokowi.

“Ini tantangan terbesar Presiden, apakah akan mengikuti hasrat DPR atau menolak usulan sesat itu dan mempertahankan KPK sebagai warisan reformasi,” kata dia.
(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER