Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Mustaghfirin Amin mengakui belum semua lulusan SMK terserap di dunia kerja. Namun serapannya terbilang tinggi yakni 85 persen hanya dalam tempo tiga bulan setelah lulus.
"Sebanyak 85 persen dari lulusan SMK terserap di dunia kerja dalam waktu tiga bulan setelah mereka lulus," kata Mustaghfirin saat diskusi di Kemendikbud, Jakarta Selatan, Rabu (7/10).
Tingginya angka serapan kerja terhadap lulusan SMK ini menurutnya membuat SMK jadi pilihan utama bagi anak dari keluarga miskin. SMK dinilai tepat bagi siswa yang ingin langsung bekerja setelah lulus karena SMK membekali siswa dengan keterampilan yang dibutuhkan industri.
Kemendikbud sendiri saat ini memiliki prioritas pengembangan jurusan di SMK yakni pariwisata, maritim, dan agroindustri. Namun sejauh ini yang paling siap infrastrukturnya menurut Mustaghfirin adalah jurusan pariwisata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam data Kemendikbus saat ini ada sekitar 12 ribu SMK di seluruh Indonesia dengan jumlah lulusan per tahun sekitar 1,3 juta orang.
Sementara jumlah siswanya 4,4 juta orang, lebih banyak dibandingkan jumlah siswa SMA 4,3 juta orang.
Tingginya permintaan industri pada siswa SMK ini membuat Kemendikbud merasa perlu untuk terus menambah jumlah SMK. Tahun depan direncanakan akan ada penambahan 350 unit SMK.
"Tahun ini kami juga akan membentuk 20 SMK Kelautan baru. Kelautan cukup digemari. Di Jepang, misalnya, ABK (awak buah kapal) asing paling banyak dari Indonesia," katanya.
Kendati demikian, ia berpendapat masih banyak kendala yang ditemui dalam perbaikan mutu SMK. Misalnya, pengadaan alat yang kurang canggih di SMK bila dibandingkan dengan yang dipakai di industri.
Di sisi lain, Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Sumarna F Abdurahman mengatakan, banyak SMK yang memberikan teori yang tidak sesuai dengan praktik saat di dunia industri. Akibatnya, ilmu yang didapatkan di SMK tidak bisa diterapkan.
"Seharusnya ada kerja sama antara industri dengan SMK. Perlu ada sistem insentif juga dari perusahaan ke SMK sehingga bisa membantu meningkatkan fasilitas di SMK," katanya.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Divisi Edukasi Axioo Sugiyanto Sutikno. Ia menyatakan pihaknya membutuhkan tenaga terampil dari SMK, tetapi terkadang tenaga kerja dari SMK tersebut belum menguasai alat terbaru yang digunakan perusahaan tersebut.
"Bisa dibilang, alat yang disediakan di SMK 15 tahun tertinggal dibandingkan yang kami pakai. Teknologi informatika berkembang dengan sangat pesat, tetapi tidak diikuti oleh peningkatan fasilitas di SMK," kata Sugiyanto.
(sur)