Laporan Penyerapan Aspirasi DPR Disebut Belum Memadai

Hafizd Mukti Ahmad | CNN Indonesia
Jumat, 09 Okt 2015 13:53 WIB
FITRA mencatat bukti pertanggungjawaban dana aspirasi DPR sebesar Rp 632,61 miliar hanya berupa kuitansi dan surat pernyataan anggota untuk pencairan dana.
Gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/ArieRiswandi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) merilis sejumlah temuan mereka atas hasil kajian audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Semester I 2015. Salah satu yang menjadi temuan BPK permasalahan Dana Aspirasi DPR RI.

Lembaga legislasi ini dianggap belum memadai soal pelaporan kegiatan dalam menggunakan dana belanja barang juga operasional. Realisasi belanja operasional lainnya berupa kegiatan penyerapan dan penghimpunan aspirasi konstituen oleh Anggota DPR RI 2014 sebesar Rp 632.610.000.000.
"Anggota DPR belum didukung laporan kegiatan yang memadai," kata Manajer Advokasi Seknas FITRA Apung Widadi kepada CNN Indonesia, Jumat (9/10).

Menurut Apung, dari hasil pemeriksaan diketahui, pertanggungjawaban dana aspirasi hanya berupa kuitansi tanda terima uang dan surat pernyataan dari Anggota DPR. Hal itu dianggap bukan bentuk pertanggungjawaban yang layak bagi sekelas lembaga seperti DPR RI.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kuitansi dan surat pernyataan dari Anggota DPR hanya itu, yang merupakan bukti saat pencairan dana aspirasi. Atau itu bukti yang diberikan sebelum kegiatan dilakukan," ujar Apung.
Dari data yang diterima CNN Indonesia terkait realisasi Dana Aspirasi yang diberikan anggota DPR RI, untuk kunjungan reses, empat kali setahun dianggarkan Rp 352,8 miliar dengan realisasi Rp 343 miliar.

Sedangkan untuk kunjungan kerja sesuai tata tertib adalah enam kali setahun dengan anggaran Rp 252 miliar dan terealisasi Rp 248,1 miliar. Tak hanya itu, kunjungan kerja satu kali dalam setahun dianggarkan Rp 42 miliar dengan realisasi Rp 41,47 miliar.

"Totalnya berarti Rp 632,61 miliar. Pertanggungjawabannya dipertanyakan," bunyi dokumen BPK.
Tak hanya itu, DPR RI masuk dalam rapor merah bagi lembaga atau kementerian yang menjadi penyebab kerugian negara. Kerugian yang ditimbulkan DPR RI dikarenakan belanja dianggap tidak sesuai atau melebihi ketentuan.

Kerugian yang disebabkan DPR RI Rp2,05 miliar karena adanya beban transportasi yang tidak sesuai dengan data manifet maskapai penerbangan.

Update: 
Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan tak pernah mencantumkan laporan soal permasalahan Dana Aspirasi DPR, dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2015, seperti yang ditulis CNN Indonesia dalam tulisan di atas, melansir keterangan dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Jumat lalu.

Hal itu dinyatakan tegas oleh Yudi Ramdan kepada CNN Indonesia, Ahad (11/10). Menurutnya, “BPK tidak pernah memeriksa dana aspirasi DPR. Itu tidak disebutkan dalam hasil pemeriksaan BPK yang dituangkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS) 2015.”

Yudi menyatakan lembaganya baru menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS) 2015 kepada Presiden Jokowi di Istana Presiden, Senin (12/10). 

Sementara itu, klarifikasi juga muncul dari Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA, Apung Widadi. Menurut Apung dalam keterangan tertulisnya kepada CNN Indonesia menyatakan bahwa data tersebut memang tak ditemukan dalam IHPS 2015, namun jelas tercantum dalam dokumen resmi LHP atas Laporan Keuangan DPR 2014 yang FITRA dapatkan dari BPK sesuai Undang-undang KIP.

Mohon maaf atas ketidaknyamanan informasi ini. Namun redaksi CNN Indonesia berupaya terus menyuguhkan informasi yang akurat dan bertanggung jawab.  (pit/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER