Jakarta, CNN Indonesia -- Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) mendesak pencopotan Sutiyoso dari jabatan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) karena dinilai gagal mengantisipasi peristiwa pembakaran gereja dan bentrok warga di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.
"Selain Kepala BIN, kami meminta Kapolda Aceh, Irjen Pol Husein Hamidi, dan Kapolres AKBP Budi Samekto untuk dicopot dari jabatannya karena gagal mengamankan warga korban bentrok,” ujar Ketua GMKI Ayub Manuel Pongrekun melalui keterangan tertulis, Selasa (13/10).
Insiden tersebut, menurut Ayub, seharusnya dapat diantisipasi oleh pemerintah jika saja BIN bekerja maksimal sehingga kerusahaan bermotif SARA ini tidak perlu terulang kembali. Dia menilai kerusuhan berdarah di Aceh Singkil menjadi bukti bahwa Sutiyoso dan jajaran BIN tidak mampu menjalankan tugas-tugas intelijen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus Tolikara pada Juli 2015 lalu dan pembakaran gereja kali ini menunjukkan betapa Sutiyoso gagal lagi melaksanakan tugasnya, tuturnya.
Ironisnya, lanjut Ayub, aparat keamanan setempat tidak mampu menunjukkan rasa aman terhadap warganya. Untuk itu, dia mendesak Kepala Polri Badrodin Haiti menindak tegas jajarannya yang gagal memberikan jaminan kemananan di Aceh SIngkil.
“Kapolri harus bertindak bukan mengembangkan argumen sesat bahwa yang terjadi adalah bentrok warga. Harus ada yang bertanggung jawab terhadap pecahnya kerusuhan di Singkil,” ujarnya.
Legalisasi Diskriminasi Agama Ayub mengatakan, peristiwa intoleransi seperti ini bukan kali pertama terjadi di Aceh Singkil. Hal itu dibuktikan dengan adanya perjanjian antarwarga yang sangat diskriminatif sejak 1979, di mana jumlah rumah peribadatan dibatasi hanya 1 gereja dan 4 undung-undung atau rumah peribatan kecil.
Tak hanya itu, lanjutnya, diskriminatif dilegalkan dengan terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 25 tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah. Dia menilai Pergub tersebut lebih diskriminatif dari Peraturan Bersama Menteri tentang pendirian Rumah Ibadah.
“Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo harus segera evaluasi seluruh perda yang diskriminatif,” ujarnya.
Menurutnya, negara terlibat sebagai aktor dalam peristiwa kerusuhan di Aceh Singkil. Pasalnya, penyerbuan serta pembongkaran gereja-gereja di Aceh Singkil direstui oleh Bupati dan didukung para pejabat daerahnya.
“Peristiwa penyerangan gereja HKI dan ancaman terhadap puluhan gereja lainnya di Aceh Singkil adalah pelanggaran serius oleh negara yang dipresentasikan Bupati Aceh Singkil, Safriadi,” ujarnya.
Karenanya, GMKI mengecam keras peristiwa penyerangan di Aceh Singkil dan menyebutnya sebagai pelanggaran hak konstitusional terhadap warga.
(ags)