Jakarta, CNN Indonesia -- Eks Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron bakal menjalani sidang putusan yang sempat tertunda di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/10). Majelis hakim pimpinan M Mukhlis akan membacakan vonis bagi terdakwa penerima suap gas alam di Blok Poleng, Bangkalan, Madura ini.
Sedianya, sidang digelar pada Kamis petang (15/10). Namun, suara hakim belum bulat untuk menentukan vonis pada Fuad. "Sidang hari ini (Kamis) akan kami tunda pada hari Senin tanggal 19 Oktober, pukul 09.00," kata Muchlis.
Pada sidang penuntutan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Fuad dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar subsider 11 bulan kurungan. Menurut tim jaksa yang dipimpin oleh Pulung Rinandoro, Fuad terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fuad sendiri telah mengaku menerima duit dari Direktur Human Resource Development PT Media Karya Sentosa (PT MKS) Antonius Bambang Djatmiko. Ia mengatakan duit suap diberikan empat kali dalam empat bulan pada tahun 2013. Dua bulan diterimanya saat ia menjabat sebagai bupati dan dua bulan lainnya saat ia purna tugas.
Pengakuan Fuad berbeda dengan berkas tuntutan jaksa KPK yang menyebutkan penerimaan duit dimulai sejak tahun 2009 hingga 2014. "Semua uang yang diterima saya itu ada. Tapi tidak saya gunakan. Saya tidak pernah meminta," kata Fuad Amin saat pemeriksaan dirinya sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/9).
Fuad menerangkan uang tersebut adalah 'uang sagu hati' yang diartikan Fuad sebagai ucapan terima kasih dari Bambang atas bantuan Fuad memuluskan jual beli gas alam di Blok Poleng, Bangkalan, Madura. Dalih lainnya, uang merupakan duit kompensasi yang diberikan ke Badan Usaha Milik Daerah setempat, PD Sumber Daya. Kompensasi didapat dari kesepakatan dengan PT MKS.
Bambang telah divonis dalam kasus yang sama. Bambang dijebloskan ke penjara selama dua tahun atas pidana menyuap Fuad Amin.
Dalam berkas tuntutan, suap bermula ketika PT MKS ketika hendak membeli gas alam di Blok Poleng, Bangkalan. Pada saat yang bersamaan, Perusahaan Daerah Sumber Daya (PD SD) juga menginginkan hal yang sama. Kemudian, Bambang melobi Fuad agar PT MKS dapat membeli gas bumi dari PT Pertamina EP di Blok Poleng Bangkalan. Fuad Amin pun sepakat untuk membantu.
Selain itu, Fuad juga memberikan dukungan PT MKS kepada Kodeco Energy, Co Ltd terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur. Untuk merealisasikan permohonan tersebut, baik PT MKS maupun PD SD sepakat membuat nota perjanjian. Akhirnya, PT MKS dan PD SD menandatangani surat perjanjian konsorsium pemasangan pipa gas alam di Gresik dan Gili Timur.
Fuad Amin mengarahkan perjanjian konsorsium PT MKS dengan PD Sumber Daya dan memberikan surat dukungan permohonan alokasi Kodeco sehingga PT MKS memperoleh alokasi gas alam dari PT Pertamina EP.
Tak berselang lama, BP Migas menunjuk PT Pertamina EP sebagai penjual gas kepada PT MKS. Pada tanggal 5 September 2007, PT Pertamina EP dan PT MKS menandatangani Perjanjian tentang Jual Beli Gas Alam untuk Pembangkit Listrik di Gresik dan Gili Timur, Madura.
Atas bantuan tersebut, Bambang menyetorkan duit dalam bentuk tunai dan melalui transfer ke beberapa rekening yang telah ditentukan oleh Fuad. Selain Fuad, untuk penyetoran duit tunai juga diserahkan melalui ajudannya, Abdul Rauf dan seseorang bernama Taufik. Setoran terbagi dalam dua kategori, yakni setoran bulanan dan setoran insidentil.
Bambang dalam sidang untuk terdakwa lainnya, sempat mengaku uang bulanan untuk Fuad ditransfer ke rekening Fuad sementara permintaan insidentil disetorkan ke rekening orang lain yang telah ditentukan Fuad.
Mulanya, Bambang menyerahkan duit sebanyak Rp 50 juta tiap bulan secara tunai. Duit diberikan sejak medio tahun 2009 hingga Juni 2011. Setelah itu, nominal duit pelicin melonjak empat kali lipat menjadi Rp 200 juta sejak Juli 2011 hingga akhir Desember 2013.
Tak berhenti di situ, melonjaknya duit suap kembali terjadi menjadi Rp 600 juta mulai Januari 2014 hingga November 2014. Selain duit rutin, PT MKS juga terbukti menyetor duit suap secara temporer. Duit yang disetor sedikitnya senilai Rp 6 miliar baik melalui sejumlah kerabat maupun langsung kepada dirinya.
Dalam kasus pencucian uang, Fuad diduga menyebar duit miliaran rupiah ke sejumlah rekening kerabat dan keluarganya. Ia juga membeli mobil Alphard bernomor polisi B 1250 TFU pada tanggal 8 September 2009. Harga mobil berwarna perak tersebut senilai Rp 875 juta.
Modusnya, Fuad menggunakan KTP milik adik iparnya bernama Kusnadi untuk membeli mobil itu. Modus yang sama digunakan untuk membeli rumah di kawasan Cipinang, Jakarta Timur dan sejumlah apartemen di Jakarra.
Menurut jaksa, pembelian aset Fuad Amin melalui peminjaman nama sejumlah orang terdekatnya merupakan bentuk modus menyamarkan asal usul harta. Harta tersebut diduga berasal dari korupsi Fuad saat menjabat sebagai Bupati Bangkalan, Madura.
Fuad diancam Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana, Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana, dan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
(pit)