Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan program bela negara bakal dibuka Kamis pekan ini (22/10). Rencana pembukaan program bela negara dengan demikian tidak jadi dilakukan sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya pada hari ini, Senin (19/10).
Ryamizard tidak merinci besaran anggaran yang bakal digunakan dalam program bela negara. Namun dia mengakui penganggaran untuk bela negara juga sebagian turut mengandalkan dana yang ada di APBN. "Jadinya tanggal 22 (Oktober). Anggaran tuh banyak nganggarin sendiri," kata Ryamizard di Gedung DPR, Senin (19/10).
Menurut Ryamizard, program bela negara merupakan bagian dari semangat yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga dirasa cukup untuk dijadikan sebagai payung hukum bela negara. "Dalam undang-undang itu ada UUD. Bela negara bagian dari hak dan kewajiban warga negara," kata Ryamizard.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kementerian Pertahanan sebelumnya berencana menyelenggarakan pembentukan kader pembina bela negara pada 19 Oktober di 45 kabupaten dan kota secara serentak. Melalui pelatihan tersebut, Kemhan mencanangkan 4.500 war sipil untuk disiapkan menjadi pembina.
Menurut Ryamizard angka itu harus tercapai tahun ini. Pada tahun berikutnya para pembina yang akan melatih warga sipil lainnya.
Niatan program bela negara menuai pro kontra dari sejumlah pihak. Sejumlah kelompok masyarakat sipil seperti Imparsial, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, serta Komisi untuk Orang Hilang dan Kekerasan menganggap program tersebut tidak berbeda dengan konsep wajib militer.
Direktur Program Imparsial Al Araf, mengatakan warga negara dapat mengabaikan kewajiban bela negara yang bernuansa wajib militer berdasarkan prinsip conscientious objection yang diakui resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Setiap warga negara atas dasar keyakinan dan agamanya berhak menolak wajib militer karena menolak penyelesaian konflik dengan senjata," ujarnya di Jakarta, Rabu (14/10).
Al Araf mengatakan, prinsip tersebut secara implisit juga diatur pada pasal 18 Deklarasi Universial Hak Asasi Manusia dan pasal 18 Kovensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
Komisi Tinggi HAM PBB kata Al Araf juga telah mengeluarkan Resolusi 1998/77 soal hak untuk menolak partisipasi wajib individual atas agenda wajib militer.
(bag)