Tentang (Penilaian) Setahun Jokowi

Yusuf Arifin | CNN Indonesia
Kamis, 22 Okt 2015 16:32 WIB
Amat gegabah jika memegang penilaian atas setahun kepemimpinan Jokowi bak kebenaran yang telah selesai. Kecuali anda pendukung atau penentang buta Jokowi.
Presiden Jokowi. (ANTARA/Widodo S. Jusuf)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Melakukan penilaian atas sebuah kepemimpinan sungguh suatu hal yang sulit. Lebih sulit lagi ketika kepemimpinan itu masih berlangsung seperti atas Presiden Joko Widodo saat ini.

Sudah tepatkah menilai masa kerja setahun ketika sesungguhnya masa kepemimpinannya lima tahun? Haruskah kuantitatif atau kualitatif? Perlukah menimbang variabel warisan kepemimpinan sebelumnya? Kalau di satu bidang yang bersangkutan belum memenuhi harapan sementara di bidang lain melebihi perkiraan, bagaimana penilaian keseluruhannya?

Itu baru sebagian misal pertimbangan. Spektrum pertimbangan penilaian nyaris tak terhingga tergantung seberapa jauh kita ingin melebarkannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masih lagi, siapa yang melakukan penilaian?

Karena mereka, para pendukung Joko Widodo, akan cenderung menggarisbawahi apa yang dianggap sebagai keberhasilan. Sementara para penentang akan lebih memilih menonjolkan apa yang mereka nilai sebagai kegagalan.

Belum lagi para pemain: politisi, pengusaha, kelompok yang mempunyai kepentingan. Satu orang dari mereka mungkin mempunyai lebih dari satu pendapat tergantung waktu, kepada siapa mereka bicara, dan apa kepentingan mereka.

Sementara mereka akademisi yang netral, kalau memang bisa dikatakan demikian, nyaris semuanya mendua: menunjuk keberhasilan dan kekurangan dalam satu tarikan nafas. Seperti perpaduan pendukung dan penentang dalam satu suara.

Padahal kita hidup dalam dunia yang positivistik. Ketika fenomena (alam dan sosial) dan segala konsekuensinya dianggap benar hanya ketika bisa dicatat sebagai data, diverifikasi, dan dicerna secara logis. Sudah lama kita meninggalkan kias, metafora, dan simbol.

Tetapi dunia sarat data ini sepertinya tak cukup membantu untuk melakukan penilaian atas sebuah kepemimpinan. Atau katakanlah ternyata terbatas juga kemampuannya. Karena kepemimpinan tidak pernah berwajah tunggal. Tidak pernah clear cut (mutlak-mutlakan).

Itulah sebabnya kalau kita cermati, penilaian-penilaian itu belum sama sekali menyimpulkan akan keberhasilan atau kegagalan kepemimpinannya. Bahkan seringkali sesungguhnya hanya komentar akan dinamika politik seputar kepemimpinan Joko Widodo.

Ini bukan berarti penilaian-penilaian atas setahun kepemimpinan Joko Widodo yang bertebaran di media massa saat ini tidak berguna atau tidak bisa dipercaya. Tetapi semua penilaian itu bukan terminal. Hanya pemberhentian sementara.

Fungsinya hanya sebatas indikator. Memberi gambaran ke mana dan akan seperti apa kira-kira pada akhir nanti.

Bahkan kalau mau jujur, itu kurang dari sekadar indikator. Karena kalau menggunakannya sebagai indikator, maka kita berasumsi perjalanan kepemimpinannya akan linear hingga akhir nanti. Padahal kepemimpinan, seperti juga kehidupan, dinamis sifatnya.

Mungkin fungsi sebenarnya dari penilaian-penilaian tak lebih sebagai pengingat saja. Penanda. Sudah seberapa jauh yang bersangkutan melangkah dari janji-janji yang ia canangkan di masa kampanye dulu.

Karenanya kita pun harus menyikapi penilaian dengan kesadaran akan kesementaraan dari penilaian itu. Adalah sangat gegabah kalau kemudian memegang penilaian atas setahun kepemimpinan Jokowi layaknya kebenaran yang telah selesai. Seperti apapun penilaian itu.

Kecuali anda pendukung atau penentang buta Presiden Joko Widodo. Itu lain lagi persoalannya.
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER