Imparsial: Ada Draf Perpres Ingin Kembalikan Militerisme Orba

Abraham Utama | CNN Indonesia
Jumat, 23 Okt 2015 06:40 WIB
Draf mengatur penambahan peran TNI sebagai alat keamanan negara, dan pembinaan teritorial yang dituding bisa membuat TNI masuk ke berbagai organisasi negara.
Prajurit TNI. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah kelompok masyarakat sipil menentang draf peraturan presiden yang mengatur tentang susunan organisasi Tentara Nasional Indonesia. Mereka menyatakan, dokumen tersebut mengancam demokrasi karena hendak mengembalikan peran militer seperti pada rezim Orde Baru.

Direktur Imparsial Poengky Indarti mengatakan, setidaknya ada tiga pengaturan pada draf perpres tersebut yang ditentang aliansi masyarakat sipil, yakni penambahan peran TNI sebagai alat keamanan negara, pelaksanaan pemberdayaan wilayah melalui pembinaan teritorial, serta pembentukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogubwilhan).

"Mengembalikan fungsi TNI sebagai alat keamanan merupakan pengingkaran atas reformasi yang menuntut TNI fokus pada fungsi aslinya sebagai alat pertahanan negara," ujar Poengky di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Poengky berkata, fungsi pertahanan tersebut diamanatkan oleh Ketetapan MPR/VI/2000 tentang pemisahan antara TNI dan Polri serta Ketetapan MPR/VII/2000 tentang peran TNI dan Polri.
Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wahyudi Djaffar menilai, secara formalitas draf perpres tersebut tidak mungkin disahkan karena menabrak aturan peraturan undang-undang di atasnya seperti Undang-Undang Pertahanan, UU TNI, bahkan UUD 1945.

"Aneh jika rancangan perpres digunakan untuk menabrak konstitusi. Logika hukum mana yang akan digunakan? Aturan konstitusi hanya bisa diubah melalui proses amandemen, bukan melalui perpres," ucap Poengky.

Wahyudi mengatakan, jika perancang draf perpres susunan organisasi TNI mengikuti alur pembuatan perpres yang benar, maka Direktorat Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan pada Kementerian Hukum dan HAM pasti menolak mengajukan draf tersebut.

Wahyudi menduga, ada pihak-pihak yang berusaha meloloskan substansi Rancangan UU Kemananan Nasional melalui draf perpres tersebut. "Ini hampir sama dengan draf RUU Kamnas yang diajukan pemerintah tahun 2011, tapi tidak pernah lolos," ujarnya.

Terkait pembinaan teritorial, anggota Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Kekerasan Muhfti Makarim mengatakan konsep tersebut merupakan warisan buruk rezim Orde Baru.

Menurutnya, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI yang kini berubah nama menjadi TNI) saat itu memanfaatkan konsep pembinaan teritorial untuk memasukkan perwira-perwira mereka di pelbagai organisasi negara. Konsep itu, ujar Muhfti, merupakan landasan bagi prinsip dwifungsi ABRI.
Adapun soal Kogubwilhan, Poengky menyatakan hal tersebut tidak akan bisa terlaksana tanpa restrukturisasi komando teritorial. "Kogubwilhan hanya akan menumpuk gelar kekuatan TNI di daerah," ucapnya.

Oleh sebab itu aliansi ini mendesak Presiden Jokowi untuk tidak menandatangani draf perpres itu. Jika tidak, maka Jokowi akan menjadi aktor yang mengkhianati cita-cita reformasi.

Mereka pun mengkritik, otoritas sipil tidak boleh lemah dan selalu berkompromi. Kalau tidak, menurut mereka teori "militer mungkin kembali jika pemerintah sipil lemah" akan terlaksana dalam waktu dekat. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER