Imparsial Minta Menko Tedjo Berkoordinasi soal Pengadilan HAM

Suriyanto | CNN Indonesia
Kamis, 28 Mei 2015 08:08 WIB
Pemerintah memberi sinyal membuka peluang untuk membentuk Pengadilan HAM. Namun kasus Trisakti dan pembunuhan Munir dianggap tak layak disidang di situ.
Seorang wartawan berdiri di depan poster Munir di kantor KontraS, Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Program Imparsial Al Araf meminta pemerintah memprioritaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia yang sudah direkomendasikan Komnas HAM. Hasil penyelidikan Komnas HAM harus jadi rujukan awal jika pemerintah beritikad baik menggelar Pengadilan HAM. Rencana pembentukan Pengadilan HAM itu telah disinyalkan oleh pemerintah Jokowi.

Terkait rencana itu, Al Araf mengomentari pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Terdjo Edhy Purdijatno yang mengatakan tidak akan membawa kasus penembakan mahasiswa Trisakti dan kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib ke Pengadilan HAM karena pelaku kedua perkara itu sudah dihukum. (Baca penjelasan Menteri Tedjo: Pengadilan HAM Bukan untuk Kasus Trisakti dan Munir)

"Menkopolhukam seharusnya memprioritaskan pengadilan HAM pada kasus yang sudah direkomendasikan ke Kejaksaan Agung," kata Al Araf kepada CNN Indonesia, Rabu (27/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, penembakan mahasiswa Trisakti tahun 1998 sudah masuk dalam kategori pelanggaran HAM dari hasil penyelidikan Komnas HAM. Sementara kasus pembunuhan Munir didalami dan belum ada laporan akhirnya. (Baca juga: Pegiat HAM Ragukan Komitmen Jokowi Tuntaskan Kasus Masa Lalu)

Oleh karena itu Imparsial sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang HAM meminta pemerintah untuk berkoordinasi dengan Komnas HAM soal kasus-kasus apa saja yang dinilai layak dibawa ke Pengadilan HAM. Jangan sampai ada kasus pelanggaran HAM yang didiskriminasikan oleh pemerintah.

"Jangan sampai sikap pemerintah yang diwakili Menteri Tedjo tidak sejalan dengan agenda Komnas HAM," kata Al Araf.

Selasa (26/5), Tedjo mengatakan pemerintah tak akan menutup kemungkinan membawa kasus pelanggaran hak asasi manusia ke ranah yudisial. Ia mencontohkan kasus penembakan empat orang warga Paniai, Papua yang bisa dibawa ke Pengadilan HAM jika tim pencari fakta yang dibentuk pemerintah mendapat alat bukti kuat. (Baca juga: Jokowi Dianggap Hancurkan Dua Tabu di Papua)

Kasus lain yang coba diangkat kembali adalah kasus pelanggaran HAM tahun 1965, meski untuk itu sulit bukti dan saksi sulit dicari karena sudah peristiwa terlalu lama. (Baca: Makin Lama Pengadilan HAM Dibentuk, Makin Banyak Bukti Hilang)

Meski demikian, kasus Trisakti dan Munir dianggap Tedjo sudah selesai. Persidangan perkara Trisakti telah digelar dua kali yang berujung pada vonis terhadap para pelakunya. Sementara kasus Munir disebut bukan kasus pelanggaran HAM karena bersifat pribadi dan pelakunya, Pollycarpus Budihari Priyanto, telah dipenjara --bahkan sudah bebas lagi setelah mendapat pembebasan bersyarat. (Baca juga: Istri Munir Berang, Minta Menteri Tedjo Hati-hati Bicara)

Selanjutnya baca: Komnas Sebut 7 Kasus untuk Pengadilan HAM Macet di Kejaksaan (sur/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER