Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menawarkan eks Sekjen Partai NasDem, Patrice Rio Capella, sebagai
justice collabolator atau orang yang bekerja sama membongkar kasus. Menanggapi permohonan tersebut, Rio belum memutuskannya.
"Memang tadi ditanya oleh penyidik apakah Rio mau jadi
justice collabolator atau tidak dan ini belum kita jawab," kata pengacara Rio, Maqdir Ismail usai menemani kliennya menjalani pemeriksaan perdana selama sembilan jam di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (23/10).
Maqdir mengaku kliennya telah berterus terang dalam pemeriksaan oleh penyidik hari ini. Alhasil, ia masih mempertimbangkan penawaran tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semuanya sudah dibuka oleh Pak Rio. Tidak ada yang dia tutupi. Itu pun yang kita tanya kepada penyidik. Kalau mau jadi
justice collabolator, itu yang mana yang harus dibuka?" katanya.
Rio Capella menerima duit Rp200 juta dari Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti. Menurut pengakuan Gatot saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/10), ia memjnta Rio untuk membantu komunikasi kasus yang menjerat Gatot di Kejaksaan Agung. "Pak Rio menyanggupi," kata Gatot.
KPK mengendus ada modus pengamanan kasus dalam lobi politik. Namun, Maqdir menampik Rio menjanjikan sesuatu kepada Gatot.
"Itu kan pengakuan Gatot. Buktinya yang lain apa? Kan tidak mungkin dalam pertemuan tidak sampai 15 menit yang baru kenal hari itu ia menjanjikan sesuatu ke Gatot," ujar Maqdir.
Maqdir menjelaskan pertemuan antara Gatot dan Rio terjadi dalam waktu singkat bersama dengan pengacara Gatot, OC Kaligis, di Restoran Jepang, Hotel Mulia, Jakarta.
Dugaan suap bermula ketika Kejaksaan Agung menyelidiki kasus yang menjerat Gatot. Kasus tersebut adalah korupsi Dana Bantuan Sosial (bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah Badan Usaha Milik Daerah pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kejaksaan Agung memanggil anak buah Gatot, Achmad Fuad Lubis dan Sabrina, untuk diperiksa sebagai saksi untuk Gatot. Tak terima, Gatot menggugat surat tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Kaligis adalah pengacara Gatot dalam gugatan tersebut. Dalam gugatan, majelis hakim memenangkan gugatan Gatot.
"Kalau putusan PTUN ini menang, beliau (Kaligis) akan membawa putusan PTUN kepada Kejaksaan Agung agar jangan lagi gugat perkara yang pernah diperiksa di Kejaksaan Tinggi," kata Evy saat bersaksi untuk terdakwa hakim PTUN penerima suap, Tripeni Irianto Putro, di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Senjata putusan PTUN dinilai ampuh untuk menganulir status tersangka yang telah disematkan Kejaksaan Agung pada Gatot dalam perkara korupsi bansos itu. Dalam putusan PTUN Medan, majelis hakim menilai surat pemangggilan kepada Fuad dan Sabrina tidak sah.
"Ini menjadi bargaining Pak Kaligis di Kejagung nantinya," kata Evy.
Diketahui, Kaligis dan Jaksa Agung Prasetyo pernah bernaung dalam partai yang sama, yakni Partai NasDem. Dengan lobi politik berdasar lembaran putusan PTUN dinilai mampu menggugurkan wewenang Kejaksaan Agung untuk mengusut kasus itu.
Gatot, Evy, dan Rio Capella telah dijerat pasal berbeda untuk kasus dugaan pengamanan penyelidikan bansos di Kejagung ini. Sementara itu, KPK juga menyeret Gatot-Evy dalam kasus penyuapan hakim dan panitera PTUN Medan senilai US$22 ribu dan Sin$5.000.
Ketiga hakim yang disuap adalah Hakim Tripeni Irianto Putro, Hakim Amir Fauzi, dan Hakim Dermawan Ginting. Sementara seorang panitera yang diduga menikmati duit panas adalah Syamsir Yusfan. Dalam kasus ini, KPK juga menyeret OC Kaligis dan anak buahnya yakni M Yagari Bhastara alia Geri. Kedua orang didakwa menyerahkan langsung duit suap yang berasal dari Gatot-Evy kepada hakim.
(obs)