Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tubagus Hasanudin berpendapat penggunaan masker saat memimpin rapat paripurna merupakan hasil gagal pikir pimpinan DPR RI. Dia mengakui bencana asap telah menyengsarakan masyarakat di beberapa wilayah Indonesia.
Selain itu, bencana asap di Indonesia juga melebar ke negara tetangga. Namun, bentuk empati dan simbolisme yang dilakukan pimpinan DPR bukan solusi dari bencana asap.
"Tapi apakah solusinya dengan memakai masker saat sidang? Menurut saya, ini gagal pikir," ujar Tb. Hasanuddin, Jumat (30/10). (Baca:
Pimpinan DPR Dicecar Pakai Masker saat Pimpin Rapat)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Komisi Pertahanan DPR ini menilai seharusnya pimpinan DPR fokus pada kewenangan legislasi dan budgeting sesuai yang diamanatkan undang-undang. Maksudnya, mendorong penambahan anggaran untuk daerah terkena dampak asap, seperti biaya pemadaman dan pengobatan rakyat.
Di aspek legislasi, dia menyarankan agar parlemen dapat membuat regulasi larangan membakar lahan. Karenanya, dia menuturkan tindakan riil DPR yang dibutuhkan masyarakat, bukan hanya sebuah simbol penggunaan masker saat rapat.
Mayor Jenderal Purnawirawan TNI ini mengimbau agar kelima pimpinan DPR belajar mengenai leadership dan kepemimpinan kolektif kolegial.
"Ini hanya jadi bahan ketawaan mereka yang benar-benar sesak napas. Jangan cuma memakai masker seperti pendemo. Gunakan kewenangan DPR," tuturnya.
Senada, politikus PDIP Arteria Dahlan menilai apa yang dilakukan Setya Novanto, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto, dan Taufik Kurniawan menurunkan citra DPR. Menurutnya, menunjukkan empati tetap harus menggunakan aturan main dan ketatanegaraan.
Anggota Komisi Dalam Negeri ini mengatakan, empati DPR terhadap korban asap di Indonesia dapat terefleksi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang sedang dibahas di paripurna hari ini. Karenanya, dia meminta untuk tidak menghadirkan "drama" dalam rapat paripurna. (Baca:
Masker dan Kotak Donasi, Bentuk Empati Pimpinan DPR)
"Yang rakyat butuhkan adalah bagaimana dewan dapat membuat kebijakan yang menyelesaikan itu (kebakaran hutan dan lahan). Rakyat tidak bodoh. Jangan hadirkan drama Turki," kata Arteria.
(obs)