Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian masih juga menutup nama perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka pembakaran hutan. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Anton Charliyan mengatakan langkah itu dilakukan untuk mengantisipasi konsekuensi yang bisa saja terjadi.
"Bukannya kami tak berani mengungkap nama perusahaan itu, tapi kalau kami ungkap nanti dituntut balik, bagaimana?" kata Anton di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (2/11).
Menjelaskan, Anton mengutip Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi. Menurutnya, dalam undang-undang tersebut disebutkan ada beberapa informasi yang boleh tidak diungkapkan kepada publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karenanya, dia meminta publik percaya pada penegak hukum dalam memproses kejahatan yang sudah banyak memakan korban ini.
Meski begitu, Anton mengakui pihaknya sedikit lambat dalam penanganan kasus tersebut. Dia mengatakan, penegakkan hukum bukan perkara yang mudah.
"Iya kami akui, tapi tolong jangan remehkan Polri," ujarnya.
Kesulitan yang dialami Polri, kata Anton, adalah soal pencarian alat bukti. Misalnya, ketika ada laporan kebakaran hutan di area perusahaan tertentu, petugas mesti mencari tahu apakah ada unsur kesengajaan atau tidak.
"Masalahnya perusahaan itu juga pasti melakukan pembelaan," kata Anton.
Saat ini, masih ada 28 kasus dalam tahap penyelidikan kepolisian. Sementara itu, 111 kasus sudah naik ke tahap penyidikan namun belum dinyatakan lengkap.
Empat kasus disidik oleh Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim). Berdasarkan data terakhir, satu di antara empat perusahaan sudah ditetapkan tersangka.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Tertentu Brigadir Jenderal Yazid Fanani mengumumkan PT BMH sebagai tersangka dalam kasus yang ditangani Bareskrim. Namun, belakangan dia mengubah sikapnya.
"Saat itu belum jadi tersangka, tapi baru jadi LP (laporan)," kata Yazid belum lama ini.
Di sisi lain, Institut Hijau Indonesia, sebuah lembaga yang fokus pada bidang sosio-ekologis, mendesak pemerintah membeberkan nama seluruh perusahaan yang diduga bertanggung jawab atas kesengajaan membakar hutan dan lahan.
Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad menyebut pemerintah juga harus berani membongkar siapa saja orang berpengaruh yang kemungkinan ikut menikmati uang dari perusahaan yang terlibat membakar hutan.
"Siapa sebenarnya di balik perusahaan pembakar itu? Sudah saatnya dibuka. Seolah-olah di depan publik anti pembakaran hutan, tapi ternyata dia berada di balik perusahaan itu," ujar Chalid.
Chalid mengatakan, pemerintah harus lebih terbuka kepada publik karena kebakaran hutan dan lahan telah banyak menimbulkan korban. Dampaknya juga bukan hanya soal kerugian negara, tetapi juga dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan.
(meg)