Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melansir, ada 3.226 titik api di seluruh Indonesia per 21 Oktober 2015. Jumlah titik api itu menjadi angka tertinggi setelah terjadi kebakaran masif yang mengakibatkan kabut asap pekat sejak Agustus lalu di sejumlah wilayah di Indonesia.
Data BNPB menyebutkan, sebanyak 10 orang meninggal dunia karena terdampak asap secara langsung dan tidak langsung, belum termasuk tujuh orang meninggal dan dua lainnya kritis saat mendaki Gunung Lawu dan terkepung api.
Masih berdasarkan data BNPB, 503.874 jiwa menderita infeksi saluran pencernaan (ISPA) di enam provinsi sejak 1 Juli-23 Okober 2015 dan 43 juta jiwa penduduk terpapar asap. Data ini bahkan hanya dihitung di Sumatra dan Kalimantan
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BNPB menyebut, “bencana kebakaran dan asap sebagai bencana buatan manusia karena 99 persen penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah disengaja.”
Bagaimana proses penegakan hukum terhadap mereka yang diduga membakar hutan dan lahan?Berikut petikan wawancara wartawan CNN Indonesia Aulia Bintang Pratama dan Rosmiyati Dewi Kandi dengan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani:
Dari ribuan titik api yan dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada berapa titik yang ada di lokasi milik perusahaan?Kami melakukan pemantauan kebakaran dari satelit. Ada 421 titik kebakaran yang berada di lokasi pemegang izin dan pemilik perusahaan.
Ada berapa perusahaan di 421 titik kebakaran tersebut?Paling tidak, diindikasikan kebakaran hutan terjadi di lebih dari 400 lokasi perusahaan di Kalimantan dan Sumatra, Kalimantan Tengah, Sumatra Selatan, Riau, dan Jambi. Tetapi kami belum bisa pastikan, masih terus dicek. Kami belum lihat apakah ini terbakar atau sengaja dibakar. Kmai akan membuktikan di pengadilan hukum pidana.
(Baca:
Kerugian Negara Akibat Kebakaran Hutan Melebihi Rp20 Triliun)
Kementerian LHK juga melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk mempidanakan perusahaan, bagaimana perkembangannya?Saat ini kami sedang segel 26 lokasi yaitu delapan lokasi milik perseorangan dan 18 milik korporasi. Kami pasangi papan larangan masuk ke area tersebut, kami pasang garis penyidik. Jumlahnya akan bertambah karena pembakaran terus berlangsung. Kalau melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup, dipenjara minimal tiga tahun dan maksimal 10 tahun. Kalau pidana dilakukan korporasi, kami bisa tambah tuntutan sepertiga. Kena denda minimal Rp3 miliar dan maksimal Rp10 miliar. Dalam hal pidana ini, pimpinan perusahaan dan korporasi bisa kami tuntut.
Selain melakukan segel, apa saja langkah lain yang sudah dilakukan untuk melengkapi berkas perkara pidana?Kami sudah memanggil sekitar 21 orang untuk dimintai keterangan. Kami juga sedang menyiapkan gugatan perdata untuk perusahaan-perusahaan yang melakukan pidana. Jadi jika kami temukan kasus pidana, kami akan mengikutsertakan kasus perdatanya.
Bisa disebutkan kasus yang pidananya sedang diusut dan diikuti gugatan perdata?Untuk kasus perdata, saat ini kami sedang melakukan persidangan di Pengadilan Negeri Palembang yaitu PT DMH dan PT JJP (Jatim Jaya Perkasa, perusahaan sawit berbasis di Rokan Hilir). JJP sudah diputuskan pidananya dan pelakunya dihukum bersalah satu tahun penjara denda Rp2 miliar. Perusahaan ini kami gugat perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Rp460 miliar. Akan ada perusahaan yang kami cabut izinnya, kami tuntut pidana, dan kami gugat perdata. Kami melakukan seluruh instrumen hukum yang ada untuk memberikan efek jera para pelaku dan korporasi pembakar hutan.
Bagaimana repons Anda terhadap perusahaan yang menyebut bahwa mereka tidak bisa mengontrol seluruh lahannya sehingga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan?Perusahaan ini punya kewajiban, kalau enggak bisa mengontrol seluruh lahannya, serahkan lahan itu kembali kepada kami. Tidak ada alasan bagi perusahaan mengatakan bahwa tidak punya kemampuan untuk mengendalikan kebakaran hutan atau mencegah kebakaran, karena itu kewajiban mereka. Kalau enggak punya kemampuan, kenapa mereka minta izin lahan banyak-banyak? Kalau lahan terbakar, kami ambil kembali.
Pengambilan kembali oleh pemerintah atas lahan yang diberi izin itu sudah dilakukan?Untuk yang sekarang akan kami lakukan. Menteri sudah memutuskan bahwa perusahaan yang lokasinya kebakaran, mereka wajib menyerahkan lahan tersebut kemblai kepada pemerintah. Hal ini juga sudah sesuai dengan perintah presiden.
Di masa mendatang, meskipun tidak terjadi kebakaran pun, perusahaan yang tidak mengelola lahan sesuai izin, akan kami ambil lahannya. Perusahaan yang tidak mampu mengelola izin dengan baik, maka iizn itu harus kami
review.
Terkait sikap korporasi yang seakan lepas tangan ini, apakah Kementerian mengonfirmasi? Bagaimana jawaban mereka?Seringkali mereka menjawab bahwa kebakaran ini merupakan ulah pihak lain atau kebakaran itu merembet hingga mengenai lahan mereka. Tetapi sikap kami tetap bahwa itu merupakan kewajiban mereka untuk mencegah kebakaran. Nanti akan kami nilai, apakah benar seperti itu, bagaimana arah angin, kami akan bicara pakai data.
(rdk)