Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi Energi DPR dari Fraksi PAN Jamaluddin Jafar mengungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengikuti rapat kerja dengan DPR pada 8 April 2015 lalu. Dalam rapat tersebut, kolega Jafar sekaligus tersangka korupsi Dewie Yasin Limpo mengusulkan pembangunan listrik mikro hidro di Kabupaten Deiyai, Papua. Usulan tersebut yang kemudian menjerumuskan Dewie pada transaksi suap.
Ketika Dewie membicarakan potensi pembangunan tersebut, Sudirman Said tak merespons. "Beliau (Sudirman Said) tidak menjawab. Saya juga bertanya pada waktu itu. Saya hanya beri masukan kalau Deiyai berpotensi," kata Jamaluddin di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/11). Ia hadir di KPK untuk diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Dewie Yasin Limpo.
Deiyai merupakan daerah pilihan (dapil) dari Jamaluddin. Kendati demikian, inisiator pembicaraan terkait pembangunan pembangkit listrik di wilayah itu adalah Dewie Yasin Limpo.
"Dewie Yasin itu awalnya sebut Kalimantan, Sulawesi, baru Papua. Masa menyebut dapil saya, saya tidak merespon. Saya dihukum rakyat papua kalau saya tidak merespons," ujar Jamaluddin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR Mulyadi ini berlangsung selama 3 jam 40 menit. Dalam risalah sidang yang diperoleh CNN Indonesia, rapat tersebut membahas tindak lanjut hasil keputusan rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM tanggal 26 sampai 28 Januari 2015 dan isu strategis lainnya seperti Rancangan Undang-undang Migas dan harga minyak.
Dalam risalah, tercatat Dewie mengatakan Kabupaten Deiyai minim listrik termasuk di kantor bupati. Dewie mengaku sebelumnya pernah menemui rombongan masyarakat setempat dan ingin menampung aspirasinya.
"Luar biasa ini kalau Kantor Bupati saja tidak punya listrik. Kemarin itu sempat saya berikan kepada Bapak itu titipan dari mereka (warga Deiyai) saya tidak kenal siapa mereka tapi saya pikir ini harus diperjuangkan," ujar Dewie seperti dikutip dalam risalah sidang.
Menanggapi hal tersebut, Jamaluddin angkat bicara. "Tentang Deiyai, ada Danau Paniayi itu memungkinkan itu bisa menyuplai Timika, Deiyai, Dogiayi, Paniayi, Nabire, apalagi itu, ada 6 kabupaten bisa dimungkinkan untuk di suplai kalau itu Danau Paniayi itu dibangun," kata Jamal.
Jamaluddin melanjutkan, banyak sungai kecil-kecil yang dapat digunakan sebagai pembangkit listrik mikro hdiro. "Di Deiyai itu sungai yang bisa dimanfaatkan ke hidromikro dan tidak terkecuali Papua itu masih banyak yang namanya sungai-sungai yang bisa," kata Jamaluddin.
Sebelumnya, komisi antirasuah telah memeriksa Mulyadi. Mulyadi mengungkapkan ada permohonan dari Dewie Yasin Limpo soal proyek listrik di Kabupaten Deiyai, Papua, saat rapat Komisi Energi DPR dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam rapat tersebut, Mulyadi hadir sebagai pemimpin rapat.
Mulyadi menyampaikan mekanisme rapat dalam pemeriksaan dengan penyidik KPK selama enam jam di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/11).
Terkait kasus tersebut, KPK belum menetapkan anggota Komisi VII lainnya sebagai tersangka. Sementara Dewie ditetapkan tersangka bersama staf ahlinya, Bambang Wahyu Hadi, sekretaris pribadi Rinelda Bandosa, Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai Irenius Adii, dan Direktur Utama PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiadi.
Sebelumnya, Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan Bambang berperan aktif melobi nilai komitmen suap sebanyak 7 persen dari total nilai proyek untuk pembahasan anggaran proyek pembangkit listrik mikro hidro di Kabupaten Deiyai, Papua. Dalam lobi, Bambang seolah-olah mewakili Dewie Rinelda.
Namun, ketika dikonfirmasi, Bambang membantah telah melobi tersangka penyuap, Irenius dan Setiadi.
Bambang dicokok KPK bersama Dewie di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Selasa (21/10), sekitar pukul 19.00 WIB. Di tempat berbeda, Rinelda tertangkap tengah menerima uang sebanyak SinS177.700 atau sekitar Rp1,7 miliar dari Setiadi dan Irenius di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa sore (21/10).
Irenius dan Setiadi diduga sebagai pemberi suap dan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Sementara Dewie Limpo bersama Renaldi dan Bambang diduga menerima suap dan melanggar pasal 12 huruf a, huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
(sur)