Malang, CNN Indonesia -- Kapolri Jederal Polisi Badrodin Haiti menyatakan bahwa kerusakan dan kerugian akibat penyalahgunaan narkotik di Indonesia mencapai sekitar Rp60 triliun per tahun.
"Kerusakan yang jika dinominalkan hingga Rp60 triliun itu untuk program rehabilitasi pengguna narkoba, pengobatan serta untuk pembelian berbagai jenis narkoba yang digunakan para pecandu," kata Kapolri saat memberikan kuliah tamu di perguruan tinggi kota Malang, seperti dikutip dari Antara, Jumat (6/11)
Dia memperkirakan dana kerusakan akibat narkotik yang mencapai sekitar Rp60 triliun itu setara jika digunakan untuk pembangunan jalan tol Malang-Surabaya. Badrodin bahkan menyebutnya, lebih dari cukup.
Kapolri mengatakan, ancaman terbesar dari dalam negeri selain paham radikalisme adalah peredaran narkotik dan meracuni generasi muda. Narkotik ini akan mengganggu sistem syaraf dan menjadikan fungsinya kian melemah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kondisi ini dalam jangka waktu panjang tentu akan merusak daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dan tentunya juga berdampak bagi negeri ini," ujarnya.
Pada tahun ini, katanya, jumlah pengguna narkoba di Indonesia yang terdata mencapai 4,1 juta jiwa atau sekitar 2,2 persen dari jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Bahkan, setiap hari ada sekitar 40 hingga 45 orang meninggal karena narkotik.
Tak Hanya Narkotik, Kapolri Juga Sebut Ancaman RadikalismeSelain ancaman narkotik yang harus diperangi dengan intensif, kata Kapolri, paham radikalisme dan fundamentalisme juga harus diperangi dan dicegah agat tidak sampai berkembang dan meluas, termasuk ISIS.
Badrodin mengatakan, anggota ISIS dari Indonesia yang terdata saat ini mencapai 350 orang dan 50 orang di antaranya sudah meninggal, 30 orang kembali ke Indonesia dan sisanya masih berada di Suriah . Baru-baru ini juga ada tujuh orang yang dideportasi dari Turki karena akan menyeberang ke Suriah.
Sementara anggota ISIS dari Indonesia yang tidak teridentifikasi diperkirakan mencapai 500-750 orang. Hanya saja, mereka berangkatnya tidak langsung dari Indonesia, tetapi dari beberapa negara di sekitar Suriah dan Irak, bahkan ada yang pulang umrah dari Tanah Suci langsung bergangung dengan ISIS di Suriah.
Pemahaman mereka bergabung dengan ISIS, katanya, adalah berhijrah dan berjihad membela kebenaran.
"Untuk memenuhi pemahamannya berhijrah dan berjihad ke Suriah itu, rumah dan harta benda lainnya yang ada di Indonesia dijual," ujarnya.
Sebenarnya, tambah Kapolri, ancaman negara dari dalam negeri ini tidak hanya narkoba dan radikalisme, tetapi kecanggihan peralatan komunikasi dan teknologi informasi juga menjadi ancaman tersendiri karena masyarakat sibuk dengan gadget masing-masing, sehingga tidak ada interaksi sosial.
"Dengan adanya gadget ini, masyarakat cenderung antisosial secara nyata dan teknologi canggih ini (internet) juga memunculkan kriminal dengan sistem baru, yakni
cyber crime serta mudahnya masyarakat mengakses laman-laman yang tidak seharusnya, termasuk anak-anak yang masih belia," katanya.
(antara)