Ucapan Ahok Soal Sampah Bantargebang Menyakiti Warga Bekasi

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Sabtu, 07 Nov 2015 16:57 WIB
DPRD Bekasi telah lama mengkritisi soal sampah Jakarta di Bantargebang. Sayangnya, warga Bekasi malah mendapat reaksi keras saat menunjukkan aksinya.
Sopir pengangkut truk beristirahat ketika Belasan truk dan gerobak pengangkut sampah mengantre di lokasi Tempat Pembuangan Sampah sementara di kawasan Kalibata, Jakarta Timur, Rabu, 4 November 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --
Kisruh mengenai Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang merebak ke publik setelah pada 22 Oktober 2015, DPRD Kota Bekasi menyebut akan memanggil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Mendengar rencana DPRD Kota Bekasi memanggil dirinya terkait sampah, Ahok serta merta menolak.

Pernyataan Ahok atas rencana pemanggilan oleh DPRD Kota Bekasi tersebut bahkan sampai dilaporkan ke polisi oleh Forum Komunikasi Putra Putri TNI/Polri (FKPPI) dan Pemuda Panca Marga lantaran dianggap menyinggung TNI.

Saat itu Ahok mengatakan, "Gue kirim tentara nganter sampah ke tempat lu di Bekasi," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta, Kamis (22/10).

Apa yang melatarbelakangi DPRD Kota Bekasi memanggil Ahok? Apa yang sebenarnya terjadi dalam pengelolaan sampah di Bantargebang? Berikut petikan wawancara CNN Indonesia dengan Ketua Komisi A DPRD Bekasi Ariyanto Hendrata, 5 November 2015:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

DPRD Kota Bekasi tiba-tiba bicara kepada media soal TPST Bantargebang, ada apa?
Sesungguhnya kami konsisten mengkritisi. Cuma memang, mohon maaf, Pemprov DKI tidak pernah melakukan perubahan atau perbaikan atas kritikan kami. Maka kami melakukan penyetopan truk sampah, merazia, tapi ini beda dengan masyarakat Cileungsi yang mengadang.

Kami jelas ada perjanjian kerja sama bahwa rute itu lewat mana. Kami buktikan kepada Gubernur DKI bahwa Anda melanggar. Untuk itu kami ingin minta keterangan, kepada Gubernur nanti. Tetapi langsung direspons, "Emang siapa elu, sombong. Tutup aja Bantargebang kalau berani."

(Baca: Pengelola Gandeng Yusril, Ahok Tetap Ancam Tutup Bantargebang)

Jadi ini sesungguhnya persoalan sederhana apabila bisa dijawab dengan jelas tanpa harus marah-marah, tanpa harus emosi, atau bahkan melebar ke mana-mana pembahasannya.

Pengelolaan Bantargebang dilakukan pihak ketiga, dan terkesan ada saling lempar tanggung jawab, bagaimana duduk persoalan sebenarnya?
PKS terakhir tahun 2009. Sebelumnya sejak 2001, 2002, 2003, 2004, dan 2007, ada PKS juga. Tahun 2001 saat Gubernur Jakarta dijabat Sutiyoso, dia pernah ke Bekasi pakai helikopter karena Bantargebang ditutup, warga menolak. Saat itu terjadi mediasi antara Bang Yos, DPRD Kota Bekasi, dan warga yang menyepakati dana kompensasi atau 'uang bau'.

Perjanjian yang menyertakan uang bau itu berjalan sampai tahun 2008, dilanjutkan dengan PKS baru yang disetujui DPRD Kota Bekasi tanggal 3 Juli 2009 di era Fauzi Bowo.

Semangat PKS itu masih sama seperti sebelumnya bahwa warga sekitar harus mendapat kompensasi, harus memerhatikan dampak lingkungan, diproteksi supaya tidak sakit, hidup sehat, dan mendapat kesejahteraan.

PKS merupakan komitmen bersama antara DKI dengan Kota Bekasi, government to government. DPRD Kota Bekasi dan Wali Kota Bekasi, mengizinkan DKI membuang sampah di Bantargebang dengan catatan atau syarat yang sudah kami sepakati di PKS. Dalam perjalanannya, PKS ini dilanggar, maka itu kami mengkritik, sampai kami menyetop truk.

(Baca: Brimob Siap Kawal Truk Sampah Jakarta ke Bantargebang)

Ketika Komisi A mengkaji secara komprehensif, bukan hanya truk yang dilanggar. Aspek proteksi terhadap dampak lingkungan pun tidak dikerjakan dan sudah berlangsung bertahun-tahun sejak 2009.

Apa yang dipersoalkan dari dampak lingkungan?
Kami sekarang bicara soal warga Kota Bekasi. Kalau pengelolaan domainnya DKI, DKI yang bikin tender, tunjuk pengelola, dan mengevaluasi. Itu hak DKI. Kami tidak punya hak kewenangan.

(Baca: Wajah Pengelolaan Sampah Jakarta di Bantargebang)

Bukankah ada dana kompensasi 20 persen yang bisa dialokasikan untuk warga sekitar?
Tidak bisa begitu. Ahok enggak mengerti sejarah sampah di Kota Bekasi. Itu 'uang bau' warga sekitar yang sudah disepakati oleh Gubernur DKI sebelumnya karena warga dulu menolak sampah Jakarta dibuang di situ.

Meskipun Ahok bilang, "Itu kan tanah, tanah gue. Masak gue harus bayar." Kalau dia bicara seperti itu, maka menyakiti warga sekitar Bantargebang yang selama sekitar 27 tahun menerima sampah DKI.

Semua konsekuensi mereka tanggung: bau, penyakit, tidak bisa menikmati air bersih, kena pencemaran. Dan itu terjadi turun-temurun. Jadi kalau dia ngomong begitu, dipikirkan dong dampaknya kepada masyarakat Bantargebang.

Lantas ‘uang bau’ 20 persen dipakai untuk apa?
Jadi 20 persen dari tipping fee itu masuk ke kas daerah Kota Bekasi sebesar kurang lebih Rp47 miliar untuk tahun ini. Dibagi untuk masyarakat sekitarnya tahun ini sebesar Rp21 miliar lembaga pemberdayaan masyarakat dan sisanya Rp26 miliar masuk ke Kas Daerah Bekasi.

Sebanyak Rp21 miliar yang dibagikan untuk diberikan kepada empat kelurahan yaitu Kelurahan Ciketing Udik, Sumur Batu, Cikiwul, dan Bantargebang. Jumlah kepala keluarga di Bantargebang lebih sedikit dibanding tiga kelurahan lain.

Uang yang diterima sampai ke tangan mereka sebesar Rp300 ribu per tiga bulan. Apakah uang itu cukup? Mikir makanya Gubernur kalau ngomong. Masyarakat di situ kalau nonton televisi dan melihat gubernur ngomong begitu jadi resah.

Mereka enggak bisa minum air bersih, akhirnya beli air galon Rp20 ribu setiap hari. Jadi Gubernur enggak bisa ngomong, “Kan gue udah bayar.” Enggak bisa segampang itu.

Maka 'uang bau' itu tidak dijadikan sebagai sarana untuk memperbaiki lingkungan karena terlalu kecil. Kami minta kewajiban soal dampak lingkungan dilakukan oleh DKI secara khusus lewat klausul dalam PKS.

Ini yang dituntut masyarakat, termasuk dituntut DPRD Kota Bekasi dan Wali Kota Bekasi: Anda boleh buang sampah, warga dapat uang bau, tapi penanganan dampak lingkungan tetap dikerjakan. Ini yang akan melindungi warga dari dampak lingkungan dan kesehatan.

Warga Kota Bekasi selama ini buang sampah ke mana?
Saya ralat Pak Gubernur yang enggak tahu berarti. Mohon maaf, Pak Gubernur lebih baik baca dulu perjanjian kerjasamanya dan berkunjunglah sekali-sekali ke Bantargebang.

Kami punya TPS tersendiri yaitu TPA Sumur Batu. Lokasi tidak jauh dari TPST Bantargebang. Kami punya sekitar 20 hektare. Kami tidak buang ke Bantargebang karena dilarang oleh DKI buang di sana.

(Baca: Ke Mana Sampah Jakarta Akan Dibuang?)

Kami pernah juga kecewa dengan DKI pada saat sampah di TPA Sumur Batu overload, dan kami punya problem soal pembebasan lahan di TPA Sumur Batu, kami minta kebijaksanaan DKI untuk sementara menerima sampah kami. 

Lalu apa kata DKI, "Oh enggak bisa, harus memenuhi peraturan yang ada di kami, termasuk membayar tipping fee." Itu terjadi baru-baru ini. 

DPRD Kota Bekasi punya tawaran solusi untuk Gubernur Jakarta?
Semua bisa diselesaikan dengan berembuk. Tapi kalau berembuk lalu meminta maaf dan mengajak untuk membuat komitmen baru dan meniadakan komitmen lama, berarti komitmen lama enggak dikerjain? Tidak bisa begitu dong. Maka itu, kami belum tertarik bicara solusinya. Kami ingin minta penjelasan dan klarifikasi lebih dulu.

Kami sadar dengan keterbatasan, berencana memanggil Wali Kota juga dan minta Gubernur Jakarta menjelaskan kenapa DKI melanggar. Karena bisa jadi sembilan poin yang menurut kami bermasalah mungkin ada yang kurang tepat atau bisa diklarifikasi.

(Baca: Catatan 9 Pelanggaran Pemprov DKI Soal Sampah Bantargebang)

Dalam rapat internal Komisi A DPRD Kota Bekasi akan kami putuskan kapan mengundang Gubernur DKI karena inilah saat yang dinantikan warga Kota Bekasi.

Bagaimana posisi Dinas Kebersihan Kota Bekasi terkait kisruh sampah di Bantargebang?
Dinas Kebersihan Bekasi hanya terlibat sebagai tim pengendali internal dan pengendali gabungan dengan DKI. Tim pengendali ini tidak efektif. Tim ini berfungsi untuk memantau dan mengevaluasi secara berkala. Enggak mungkin DPRD sampai turun tangan kalau situasinya tidak kelewatan.

Bagaimana kerja Tim Pengendali tersebut?
Mereka membuat laporan, tetapi laporannya juga engak ada. Bahkan mereka pernah mengeluh bahwa pengendali rapat itu tergantung DKI.

(Baca: DPRD DKI Ragukan Kemampuan Pemprov Kelola Bantargebang)

DPRD Kota Bekasi hanya memanggil untuk klarifikasi tanpa ada tawaran solusi?
Nanti tergantung penjelasan dari Gubernur. Dia bawa solusi atau enggak. Dari sini pasti ada solusi, pada saatnya akan kami sampaikan.

Apa saja poin krusial yang akan menjadi rujukan DPRD Kota Bekasi membicara solusi dengan Gubernur Jakarta?
Pada poin maksud dan tujuan yang ada dalam PKS. Pasal 2 ayat 1 yaitu maksud kerja sama ini adalah untuk meningkatkan TPA sampah menjadi TPST Bantargebang dengan menggunakan teknologi pengolahan sampah modern yang ramah lingkungan.

Harus diingat bahwa DKI boleh buang sampah di wilayah Kota Bekasi tetapi harus mengarah pada pengelolaan modern dan ramah lingkungan.

Pasal 2 ayat 2 yaitu tujuan kerjasama ini adalah untuk membantu menangani permasalahan sampah di ibukota dan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan di TPST Bantargebang dan sekitarnya. Ini akan menjadi perhatian utama karena dilanggar.

Tahun 2014, DPRD Kota Bekasi juga pernah memanggil atau mengundang Gubernur Jakarta, tetapi diwakilkan oleh Kepala Dinas Kebersihan yang datang bersama rombongan. Tetapi Dinas Kebersihan tidak bisa menjawab pertanyaan kami, tidak ada jawaban yang menawarkan solusi. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER