Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya mengungkap peredaran obat-obatan ilegal. Obat-obatan tersebut ada yang di dalam negeri dan ada yang didatangkan dari luar negeri seperti China.
Obatan-obatan tak berizin itu dijual di sejumlah daerah. Petugas menyita obat-obatan tersebut yang disimpan di dua kontainer.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Mujiono mengatakan, obat tersebut disita karena tidak memiliki izin edar dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM).
"Ini obat ilegal yang izin edarnya belum ada. Sebagian barang dari luar juga," kata Mujiono di Polda Metro Jaya, Senin (9/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penggrebekan dua pabrik dan gudang obat-oabatan ini dilakukan pekan lalu. Petugas menggrebek dua pabrik di Kalideres, Jakarta Barat yakni di Komplek Perumahan Kalideres Permai dan Perumahan Puri Gardenia.
Dalam penggrebekan itu, petugas menangkap pria berinisial RY. Pria 40 tahun ini merupakan pemilik pabrik. Ia diduga menjual dan mengedarkan obat-obatan ilegal itu. "Sementara ini karyawannya masih sebagai saksi," kata Mujiono.
Obat ilegal yang kini disita itu terdiri dari 25 jenis, dari mulai obat khusus pria, obat rematik, obat flu, dan beberapa obat untuk sakit ringan lainnya.
Mereknya antara lain Africa Black Ant, Obat Kuat Lelaki San Rego, jamu kuat lelaki Balck Stone, obat kuat Top Klimak, Nangen Zengzhangsu, Black Ant King, Tanduk Rusa Kuat Lelaki, dan obat reumatik asam urat Dewa Dru.
Menurut Mujiono, tersangka yang diamankan mengaku bahwa obat-obat itu diproduksi berdasarkan pesanan. Selain itu ada juga obat yang dipasarkan dengan cara menitipkan di toko obat. "Tapi tidak djual ke apotek," katanya.
Menjual dengan sistem grosir, tersangka mengaku memiliki omset yang cukup banyak yakni mencapai ratusan juta rupiah.
Diperkirakan para tersangka memulai aktivitas mereka sejak Mei lalu. Tersangka mengedarkan ke beberapa daerah di pinggiran Jakarta, Balaraja, Cilegon, Lampung, dan Surabaya.
"Ini sangat merugikan masyarakat pengonsumsi obat ini, dan negara juga dirugikan," ujar Mujiono.
Soal harga, lanjut Mujiono, obat-obat ilegal itu jauh lebih murah jika dibandingkan obat resmi yang memiliki izin dari Balai POM.
"Obat enggak resmi seperti ini otomatis harganya lebih rendah sehingga masyarakat mau membeli obat ini," katanya.
Mujiono mengimbau kepada masyarakat agar mengecek izin edar sebelum membeli obat. Jika obat tidak ada izin dari Balai POM, dia menyarankan agar tidak membeli obat tersebut dan melaporkan ke kepolisian terdekat.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Undang-Undang Kesehatan Pasal 197 dengan ancaman 15 tahun dan denda Rp1,5 Miliar.
(sur)