Jakarta, CNN Indonesia -- Menjadi tradisi peringatan Hari Pahlawan 10 November dibarengi dengan penyematan gelar pahlawan terhadap sejummlah tokoh yang dianggap oleh pemerintah memiliki jasa dan atau kontribusi terhadap negara. Dalam peringatan kali ini, pemerintah menyematkan gelar pahlawan terhadap sedikitnya lima tokoh nasional.
Selain tokoh nasional, pemerintah juga berencana menobatkan Presiden Republik Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid sebagai pahlawan nasional. Gus Dur dianggap layak mendapatkan gelar pahlawan nasional atas kontribusi yang dia berikan selama memimpin bangsa.
Meski demikian, penobatan gelar pahlawan terhadap mantan presiden dianggap kurang utuh lantaran pemerintah dalam hal ini terkesan menapikan mantan penguasa Orde Baru yang telah memimpin bangsa selama lebih dari tiga dekade, Soeharto. Pimpinan DPR Fahri Hamzah pun menyuarakan sikapnya yang menegaskan persetujuan terhadap penobatan gelar pahlawan untuk Soeharto.
Sejarawan Anhar Gongong menyatakan, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebenarnya sudah memasukkan nama Soeharto sebagai salah satu tokoh bangsa yang layak mendapatkan gelar pahlawan nasional. Namun seiring perjalanan, niatan pemerintah menobatkan gelar pahlawan untuk Soeharto terpaksa ditunda karena adanya pro dan kontra terhadap sosok Soeharto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi sekarang ini bukan soal setuju atau tidak setuju Soeharto mendapatkan gelar pahlawan, karena soal itu sudah ada keputusan dari Dewan. Sekarang ini tinggal menunggu kapan presiden mau mengumumkannya," kata Anhar saat berbincang lewat sambungan telepon, Senin (9/11).
Menurut Anhar, keputusan Dewan soal gelar pahlawan untuk Soeharto ditunda berbarengan dengan penundaan untuk Gus Dur pada 2013. Penundaan dilakukan atas dasar faktor-faktor psikologis masyarakat terhadap rekam jejak dua pemimpin yang mengakhiri masa jabatannya setelah cara dilengserkan publik.
Terlepas dari rekam jejak tersebut, Anhar menegaskan pada akhirnya Dewan memutuskan dua pemimpin itu layak dinobatkan sebagai pahlawan. Keputusan tersebut diambil atas pertimbangan yang menurut Anhar berdasar pada kontribusi Soeharto maupun Gus Dur terhadap bangsa.
"Pada saat itu kan sudah jelas dikatakan, 'menunda sampai saat yang tepat'. Jadi ini hanya tinggal menunggu waktu saja," kata Anhar.
Meski demikian, Anhar secara pribadi berpegang teguh pada sikap menolak pemberian gelar pahlawann untuk Soeharto. Dia mengaku berpegang teguh sebagai orang yang menentang cara-cara Soeharto memerintah selama ode baru.
"Anda bisa melihat bagaiamana pandangan saya setiap kali berdebat tentang Soeharto di media. Ini tentang bagaimana dia memerintah dan menguasai negara secara otoriter," kata dia.
Mengutip situs resmi Kementerian Sekretariat Negara, gelar Pahlawan Nasional dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi Negara Republik Indonesia.
Gelar pahlawan juga diberikan bagi yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2015 yang ditandatangani pada Rabu (4/11) kemarin, Presiden Jokowi tahun ini menetapkan Almarhum Benhard Wilhem Lapian, Almarhum Mas Isman, Almarhum I Gusti Ngurah Made Agung, Almarhum Ki Bagus Hadikusumo, Almarhum Komisaris Jenderal Dr. H Moehammad Jasin sebagai Pahlawan Nasional.
Sedangkan untuk gelar Pahlawan Nasional bagi presiden, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan bahwa Presiden Republik Indonesia ke-4, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, akan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
Khofifah menjelaskan, penobatan Gus Dur sebagai pahlawan nasional sebenarnya sudah pernah diputuskan bakal diberikan pada tahun 2013. Namun akhirnya waktu penganugerahan harus ditunda.
"Gus Dur sudah pernah diputuskan di 2013, dan dipending sesungguhnya hanya menunggu waktu. Itu catatan dari Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan," ujar Khofifah di Istana Negara, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (5/11).
(pit)