Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Rakyat Internasional atau
International People's Tribunal (IPT) Tragedi 1965 akan kembali digelar di Den Haag, Belanda, Rabu (11/11). Persidangan tersebut, berdasarkan informasi yang diperoleh CNN Indonesia, dihadiri banyak eksil atau warga negara Indonesia yang hidup di pengasingan lantaran terpaksa hijrah ke luar negeri untuk menghindari tindakan sewenang-wenang pemerintah Orde Baru.
Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Bahrain, mengatakan para eksil yang bermukim di Eropa antusias menghadiri sidang rakyat tersebut.
"Jumlahnya besar. Banyak eksil yang hadir," ucapnya saat dihubungi dari Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahrain menuturkan, para eksil antusias karena sidang rakyat internasional tersebut digagas untuk mengungkap fakta-fakta tentang Tragedi 1965. Peristiwa yang menandai transisi Orde Lama menuju Orde Baru tersebut, menurutnya, memberikan ekses secara langsung pada kehidupan para eksil.
LB, seorang mahasiswa Universitas Leiden asal Indonesia yang menghadiri sidang perdana IPT, juga menuturkan hal serupa. Ia memperkirakan jumlah penonton sidang pada hari pertama, kemarin, mencapai lebih dari 50 orang.
"Banyak eksil yang datang, bahkan orang Indonesia yang bermukim di Perancis dan negara-negara Skandinavia juga hadir," ucapnya melalui pesan singkat.
Pengadilan Rakyat Internasional untuk Tragedi 1965 diselenggarakan di bangunan bekas gereja bernama Nieuwe Kerk. Nieuwe Kerk saat ini biasa digunakan untuk kegiatan nonrohani.
 Nieuwe Kerk di Den Haag, Belanda, yang menjadi lokasi digelarnya Pengadilan Rakyat Internasional 1965. (Istimewa) |
Beberapa perlengkapan dan peralatan gerejawi masih tersisa di dalam bangunan megah tersebut seperti mimbar, organ, dan bangku untuk umat.
Sidang IPT 1965 hari kedua dimulai pukul 09.00 waktu setempat. Hingga petang, para hakim akan mendengarkan kesaksian korban dan ahli sejarah tentang pemenjaraan, penyiksaan, dan kekerasan seksual terhadap orang-orang yang dianggap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia.
Dalam IPT 1965, negara Indonesia duduk sebagai terdakwa. Indonesia dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan, penahanan, penghilangan paksa orang-orang, dan penganiayaan melalui propaganda.
Semua tindakan tersebut dituding bagian dari serangan meluas dan sistematis yang ditujukan kepada Partai Komunis Indonesia dan orang-orang yang diduga sebagai simpatisannya.
Koordinator IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana berharap melalui pengadilan rakyat itu, pemerintah Indonesia mau mengakui kejahatan yang dilakukan negara terhadap rakyatnya usai peristiwa Gerakan 30 September 1965.
(agk)