Satgas Penangkapan Ikan Ilegal Mesti Pacu Kinerja Bakamla

Abraham Utama | CNN Indonesia
Kamis, 12 Nov 2015 09:19 WIB
Kepala Pusat Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran, Muradi, menilai satgas tersebut tidak ideal tapi dibutuhkan karena keterbatasan fungsi Bakamla.
Dua kapal ikan ilegal berbendera Papua Nugini meledak dan mengeluarkan api ketika ditenggelamkan personel Lantamal IX Ambon di Perairan Teluk Ambon, Maluku, Minggu (21/12). Kedua kapal tersebut yaitu KM Century 4 (200 GT) dan KM Century 7 (250 GT) ditangkap saat mencuri ikan di Laut Arafura dengan 45 ABK warga Thailand dan 17 ABK warga Kamboja. (ANTARA FOTO/Izaac Mulyawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo pertengahan Oktober lalu membentuk satuan tugas pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal melalui Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015.

Untuk mengintegrasikan kekuatan antarlembaga melawan penangkapan ikan ilegal yang membutuhkan penanganan hukum luar biasa, Jokowi menunjuk Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebagai komandan satgas.
Perpres 115/2015 itu mengatur, sebagai komandan satgas, Susi akan dibantu oleh seorang kepala pelaksana harian yang dijabat Wakil Kepala Staf TNI AL, Laksamana Madya Widodo.

Secara struktural, terdapat tiga wakil kepala harian yang dijabat Kepala Badan Keamanan, Laut Laksdya Desi Albert Mamahit; Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri, Komisaris Jenderal Putut Eko Bayuseno dan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum, Noor Rachmad.
Pasal 6 huruf b pada perpres tersebut menyatakan, komandan satgas merupakan satu-satunya pemegang otoritas yang berwenang melaksanakan komando dan kendali terhadap unsur-unsur satgas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat militer dari Indonesia Institute for Maritime Studies, Connie Rakahundini, menuding pengaturan perpres itu menabrak norma yang levelnya lebih tinggi. Ia mengatakan Jokowi tidak seharusnya memberikan kewenangan komando menggerakan sumber daya TNI Angkatan Laut kepada Susi.

Connie berkata, menilik Pasal 19 Ayat (1) UU 34/2004 tentang TNI, pengerahan dan penggunaan kekuatan institusi militer hanya dapat dilakukan panglima TNI.

"Otoritas pendayagunaan sumber daya Angkatan Laut ada pada panglima armada dan hanya dapat dilakukan atas perintah panglima TNI," ucapnya awal November ini.
Di sisi lain, Connie menilai Perpres 115/2015 juga telah mengingkari upaya memperkuat Bakamla. Sebagaimana yang diamanatkan UU 34/2014 tentang Kelautan, Bakamla seharusnya didorong menjadi lembaga yang memimpin penegakan hukum di laut.

Namun, menurut Connie, selama ini ego sektoral membuat lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan penegakan hukum di laut enggan menyerahkan kewenangan itu kepada Bakamla.

"Alih-alih mengefisienkan penegakan hukum di laut, peraturan itu justru menambah komplikasi dan ketidakefisienan," ujarnya. Ia berkata, Jokowi seharusnya tidak membentuk satgas baru karena Bakamla dapat menjalankan fungsi pemberantasan penangkapan ikan ilegal itu.

Pandangan lain diutarakan Kepala Pusat Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran, Muradi.

Ia menilai, kebijakan Jokowi membentuk Satgas Pemberantasan Illegal Fishing memang tidak ideal dari segi organisatoris. Namun ia menilai satgas ini memang dibutuhkan mengingat Bakamla belum dapat menjalankan fungsinya secara utuh.

"Perpres itu masuk akal karena Bakamla masih dalam proses transisi," ucapnya, Rabu (11/11) kemarin.

Muradi mengatakan, usai Jokowi mengeluarkan Perpres 178/2014 tentang Bakamla, lembaga sipil itu belum sepenuhnya menyelesaikan transformasi dari bentuk sebelumnya yang bernomenklatur Badan Koordinasi Keamanan Laut.

"Ada ketakutan, Bakamla tidak akan mampu memberantas illegal fishing karena mereka belum dapat menjalankan fungsinya secara maksimal," ujarnya. Apalagi, menurut Muradi, kewenangan penegakan hukum di laut masih carut marut karena melibatkan 12 institusi negara.

Muradi memaparkan, pembentukan satgas pemberantasan illegal fishing seharusnya merupakan momentum penguatan Bakamla. Penunjukan Susi menjadi komandan satgas juga disebutnya sebagai sindiran terhadap Bakorkamla yang selama ini dianggap gagal membongkar mafia pencurian ikan.

KKP di bawah kendali Susi, menurut Muradi, telah menggerogoti mafia perikanan. Di samping itu, Muradi melihat Jokowi mengambil keputusan tepat dengan membentuk satgas pemberantasan illegal fishing dan meletakan Susi sebagak puncak pimpinan di lembaga itu.

Muradi berkata, daripada menyerahkan kewenangan kepada Bakamla yang belum matang, keberadaan Susi dan satgas pemberantasan illegal fishing akan membuat penyelamatan aset perikanan nasional lebih berkelanjutan.

Hal yang menjadi pekerjaan rumah Jokowi selanjutnya adalah memastikan transformasi dan penguatan Bakamla. Berkaca pada pembentukan Badan Nasional Penanggulanan Terorisme dan Badan Narkotika Nasional, menghilangkan ego sektoral di lembaga-lembaga negara memang tidak mudah.

Muradi mendesak, transformasi Bakorkamla menjadi Bakamla bukan semata perubahan nama tapi juga karakter dan kultur organisasi.

Kepada pers kemarin malam, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan kembali mengapresiasi kinerja Susi. Ia berkata, langkah Susi memberantas pencurian ikan berpengaruh positif pada pendapatan domestik bruto Indonesia.

"Lebih dari 50 kapal sudah ditenggelamkan. Kami akan tetap teguh membentengi perairan agar industri perikanan dapat berkembang," ujarnya.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan tahun lalu mencatat, antara Januari sampai Agustus 2014 pencurian ikan di laut Indonesia menyebabkan kerugian negara sebesar Rp101 triliun. Volume ikan yang dicuri mencapai 1,6 juta ton atau 182 ton setiap harinya.

Data Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan per 20 Oktober 2015 menunjukkan, KKP tahun ini sudah menenggelamkan 51 kapal, sementara TNI AL 49 kapal. Angka itu terus bertambah karena ratusan kapal pencuri ikan saat ini masih dalam proses persidangan. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER