Isu Pelanggaran HAM Belanda atas RI Ramai Dibahas di Den Haag

Abraham Utama | CNN Indonesia
Kamis, 12 Nov 2015 14:15 WIB
Pengadilan Rakyat Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan 1965 ramai di antara komunitas diaspora Indonesia di Eropa, tapi tidak bagi kebanyakan warga lokal.
Ilustrasi. Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. (Getty Images/Michel Porro)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Rakyat Internasional atau International People's Tribunal (IPT) untuk Kejahatan Kemanusiaan 1965 di Indonesia digelar di Den Haag, Belanda, sejak Selasa hingga Jumat esok. Namun berdasarkan informasi yang dihimpun CNN Indonesia, penduduk setempat justru tak terlalu menghiraukan persidangan yang berlangsung di bangunan bekas gereja Nieuwe Kerk itu.

LB, mahasiswa Universitas Leiden asal Indonesia, mengatakan tidak melihat poster atau pengumuman tentang IPT 1965 di ruang publik kota Den Haag.

Menurutnya, persidangan tersebut hanya ramai di antara komunitas diaspora atau warga negara Indonesia yang bermukim di Belanda. Para eksil, baik yang tinggal di Negeri Kincir Angin atau di negara-negara Eropa lainnya, masuk dalam komunitas itu.
Sebelum IPT 1965 digelar, kata LB, sebagian penduduk Den Haag justru banyak membicarakan buku berjudul Soldaat in Indonesië karya pakar sejarah kolonialisme Belanda dari Universitas Leiden, Gert Oostindie. Buku itu terbit Oktober lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada buku yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘Tentara di Indonesia’ itu, Gert yang juga berstatus sebagai Direktur Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies mengungkapkan rentetan peristiwa berdarah di Indonesia sepanjang periode 1945 hingga 1950.

Gert mendasarkan penelitiannya pada hasil wawancara dengan para mantan tentara Belanda yang bertugas di Indonesia kala itu. Ia menaksir, sekitar 100 ribu warga Indonesia tewas dalam pelbagai pertempuran usai proklamasi kemerdekaan.

Di sisi lain, pada saat yang sama, sekitar 5 ribu tentara Kerjaan Belanda juga tewas dalam peperangan di Indonesia. Warga negara Eropa yang tewas saat pertempuran-pertempuran itu, masuk dalam estimasi tersebut.

"Isu yang diungkap dalam buku itu dibahas televisi lokal dan muncul di koran kampus," ujar LB saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (12/11).

Beberapa petinggi pemerintah RI belakangan menanggapi penyelenggaraan IPT 1965 di Den Haag dengan sinis, menyinggung beberapa dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Kerajaan Belanda saat menginvasi Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan merupakan salah satu menteri yang menyatakan hal itu.

Luhut menyebut peristiwa Pembantaian Westerling sebagai salah contoh. Peristiwa itu disebut sebagai pembunuhan terhadap ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan oleh pasukan Belanda Depot Speciale Troepen pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling.

Peristiwa Westerling terjadi pada Desember 1946 sampai Februari 1947, selama operasi militer Counter Insurgency atau penumpasan pemberontakan.

"Sekarang saya tanya, Westerling kalau mau dibuka, buka-bukaan dong, berapa banyak orang Indonesia dibunuh? Jadi jangan suara bule saja yang kalian dengarkan, suara Indonesia juga didengarkan," ucap Luhut awal pekan ini.

Secara terpisah, Ketua Jaksa Penuntut Umum pada IPT 1965 Todung Mulya Lubis mengatakan bersedia menuntut kebenaran atas Peristiwa Westerling jika kasus itu juga didorong ke Pengadilan Rakyat Internasional.

"Kalau Westerling diseret ke IPT, saya juga bersedia menjadi jaksa penuntut umumnya," tegas Todung.
Dalam IPT 1965, Indonesia duduk sebagai terdakwa. Negara dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan, penahanan, penghilangan paksa orang-orang, dan penganiayaan melalui propaganda terhadap anggota Partai Komunis Indonesia dan orang-orang sayap kiri yang diduga sebagai simpatisannya. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER