Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti menyatakan pelaksanaan kampanye hitam (black campaign) dalam pemilihan kepala daerah termasuk kategori ujaran kebencian (hate speech).
Hal itu disampaikan Badrodin setelah mendapatkan laporan di daerah Depok, terjadi kampanye yang mengarah ke arah Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA).
"Kampanye hitam (black campaign), sudah ada laporan di Depok, terkait masalah SARA. Ini bisa dikenakan ujaran kebencian (hate speech)," kata Badrodin usai menghadiri Rapar Koordinasi Nasional Pemantapan Penyelenggaraan Pilkada 2015, di Ancol, Jakarta, Kamis (12/11).
Badrodin menjelaskan, hal yang berkaitan diskriminasi ataupun menyangkut SARA dan dapat berpotensi menimbulkan kekerasan akan dikenakan ujaran kebencian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dibawa ke kampanye yang menimbulkan kekerasan diskriminasi, ini bisa dikenakan hate speech," ujar Badrodin.
Diberitakan sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok Fitri Haryono menduga spanduk dukungan membikin gereja per satu kelurahan dilakukan terhadap pasangan calon Wali Kota Depok Dimas Oky Nugroho-Babai Suhaimi.
Spanduk tersebut bertuliskan "Haleluya…Puji Tuhan, Ayo sukseskan satu kelurahan satu gereja".
Tri menyatakan pihaknya mendengar kabar pertama kali pemasangan spanduk kontroversial tersebut kemarin. “Saya diwassap teman di Beji. Katanya ada spanduk kontroversial tersebut di daerah Bojongsari,” kata Tri kepada CNN Indonesia, Senin (9/11).
Sebelumnya, Badrodin mengatakan provokasi saat kampanye Pilkada maupun kampanye hitam untuk menjatuhkan lawan politiknya merupakan bagian dari ujaran kebencian. Hal itu bisa memicu terjadinya konflik.
"Kalau kampanye terjadi provokasi, black campaign, bisa masuk kategori hate speech (ujaran kebencian)," jelas Badrodin.
Pada 8 Oktober lalu, Kapolri telah menandatangani surat edaran mengenai penanganan ujaran kebencian. Surat bernomor SE/06/X/2015 itu menurut Badrodin bukan hal baru. Pembahasannya telah dilakukan sejak masa kepemimpinan Jenderal Sutarman.
Surat edaran itu telah diberikan kepada Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh Indonesia. "Surat edaran itu untuk internal Polri," ujar Badrodin.
Beberapa tindakan yang termasuk ujaran kebencian yaitu berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan menyebarkan berita bohong.
Dalam surat edaran itu disebutkan, ujaran kebencian bisa disampaikan melalui berbagai media seperti orasi kampanye, spanduk, media sosial, penyampaian pendapat di muka umum atau demonstrasi, ceramah keagamaan, media massa dan pamflet.
(bag)