Kapolri: Surat Edaran Ujaran Kebencian Kedepankan Mediasi

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Rabu, 04 Nov 2015 07:37 WIB
Badrodin Haiti memastikan, tidak hanya kalangan tertentu saja yang dilindungi oleh surat edaran terkait ujaran kebencian tersebut.
Kapolri Jendral Badrodin Haiti. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, surat edaran soal ujaran kebencian lebih mengedepankan mediasi ketimbang penegakan hukum.

"Dalam surat edaran itu ada tata caranya, tidak langsung ditindak tapi ada mediasi, tindakan preventif. Kalau tidak ada solusinya baru ke ranah hukum," kata Badrodin saat dihubungi, Selasa (3/11).

Badrodin menjelaskan, dalam surat edaran itu disebutkan tata cara menangani masalah tersebut. Tata cara itu dirinci mulai dari mempertemukan, menjelaskan, hingga didapatkan titik temu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau ada yang melakukan itu, kami panggil, kami kasih tahu kamu tidak boleh begitu. Diingatkan efek hukumnya," ujar Badrodin

Dia juga mengatakan, surat edaran ini dibuat semata untuk melayani masyarakat yang tidak nyaman dengan perlakuan-perlakuan yang bersifat menyebarkan rasa benci. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadi konflik karena tidak semua orang bisa toleran dengan ujaran-ujaran seperti itu.

"Kalau yang intoleran, mau lapor ke mana? Apa dia mau begerak sendiri? Apa dia bawa teman-temannya untuk bakar rumah dan membunuh? Inilah yang kami antisipasi," ujarnya.

Polisi, kata Badrodin, akan mengakomodir semua korban ujaran kebencian. Dia memastikan, tidak hanya kalangan tertentu saja yang dilindungi oleh surat edaran tersebut.

Sementara itu, Ketua Setara Institute Hendardi menilai surat edaran tersebut menjawab kebutuhan Polri yang selama ini enggan menindak ujaran kebencian, khususnya kepada kelompok agama minoritas.

"Jadi surat edaran ini dapat dianggap sebagai aturan internal Polri yang memandu secara operasional, cara Polri menerapkan pasal-pasal ujaran kebencian dalam KUHP dan UU ITE," kata dia.

Walau demikian, dia mencatat, mesti ada batasan yang jelas untuk dapat menindak ujaran kebencian. "Itu untuk memastikan pemidanaan tidak mengganggu penikmatan hak atas kebebasan berekspresi."

Hendardi mengusulkan, batasan itu dapat dilakukan dengan mengukur dampak ujaran dan pengujarnya.

"Dalam konstruksi etis, dikenal istilah condoning, yakni ujaran kebencian yang dilakukan oleh tokoh publik dan dipastikan akan membawa dampak serius diikuti oleh umatnya, atau bawahannya jika dia merupakan pejabat publik di pemerintahan," ujarnya menyontohkan.

Dengan dampak sedemikian besar, maka ujaran tersebut pantas dipidanakan. "Dengan batasan-batasan itu, maka kebebasan berekspresi akan bisa terjaga," kata Hendardi. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER