Tak Sebut Nama Aktor Utama, Sidang 1965 Tak Perlu Ditakuti

Suriyanto | CNN Indonesia
Kamis, 12 Nov 2015 15:45 WIB
Direktur Eksekutif HRWG Chairul Anam mengatakan sidang IPT 1965 tak menyebut pelaku, hanya hendak membuktikan pelanggaran HAM berat periode 1965 di Indonesia.
Pengadilan Rakyat Internasional 1965 di Den Haag, Belanda. (Dok. Flickr International People's Tribunal)
Surabaya, CNN Indonesia -- Lembaga pegiat hak asasi manusia Human Rights Working Group (HRWG) mengatakan Pengadilan Rakyat Internasional (International People's Tribunal) 1965 di Den Haag, Belanda, tak perlu dikhawatirkan berlebihan. Ini karena tak ada nama pelaku utama yang disebut dalam sidang yang mengadili kejahatan kemanusiaan di Indonesia tahun 1965 itu.

"Pengadilan hanya akan membuktikan bahwa laporan adanya pelanggaran HAM berat di Indonesia pada tahun 1965 itu benar, sehingga siapa yang menjadi pelaku atau korban pada zaman itu ya bisa saja dari PKI atau kelompok lain," kata Direktur Eksekutif HRWG M Chairul Anam di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (12/11).
Ditemui usai acara bedah buku di Kepolisian Daerah Jawa Timur, Chairul menyatakan IPT 1965 bersifat informal atau tidak mengikat secara yuridis. Meski demikian, kata dia, keputusan yang dihasilkan memang akan menimbulkan tekanan internasional kepada Indonesia untuk segera menyikapi tragedi 1965 secara lebih terbuka.

"Itu hanya memaksa pemerintah untuk menyikapi laporan mereka saja, karena panitia pengadilan rakyat itu sudah pernah melapor ke Kejaksaan Agung, tapi didiamkan sehingga mereka 'ke luar'," kata Chairul.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Laporan Reza Muharam dari Panitia Pengadilan Rakyat itu merujuk pada hasil penelitian Tim Ad Hoc Komnas HAM Billah yang menemukan adanya pelanggaran HAM berat di Indonesia pada tahun 1965 sesuai bukti dan belasan kesaksian.

Laporan itu menyebutkan adanya pelanggaran HAM berat di Indonesia pada tahun 1965, tidak menyebutkan peristiwa G30S/PKI. "Jadi, bisa saja PKI itu korban, tapi juga pelaku, atau kelompok lain juga bisa," kata Chairul.
Secara terpisah, Wakil Ketua Ikatan Sarjana Nahldlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur Ahmad Zainul Hamdi mengatakan, Pengadilan Rakyat 1965 tidak perlu disikapi dengan reaktif karena kebenaran memang berbeda jika dilihat dari sudut pandang masing-masing zaman.

"Peristiwa itu memang terjadi, tapi apa yang terjadi itu tidak dalam posisi kami untuk menghakimi, sebab situasi saat itu memang tidak bisa dihakimi, siapa sebagai pelaku dan siapa sebagai korban," kata Ahmad.

Pengadilan Rakyat Internasional di Belanda digelar sejak Selasa kemarin, dan akan berakhir Jumat esok. Ada sembilan dakwaan yang diuji panel oleh hakim dalam sidang tersebut, antara lain pembunuhan massal, penghilangan paksa, penyiksaan, dan kekerasan seksual pascameletusnya peristiwa 30 September 1965.
IPT 1965 diikuti tujuh hakim berlatar belakang akademisi, pegiat hak asasi manusia, dan praktisi hukum. Mereka menguji alat bukti yang memuat keterangan 16 saksi peristiwa 1965 sekaligus data-data yang disusun sejumlah peneliti Indonesia dan mancanegara. (antara)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER