Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi akan mengeluarkan keputusan terhadap pengujian pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Senin (16/11) siang. Walaupun keputusan belum dibacakan, Koalisi Reformasi Polri yang mengajukan uji mater pesimistis gugatan mereka dikabulkan.
Koordinator koalisi tersebut, Erwin Natosmal Oemar, mengatakan ia dan para koleganya melihat sikap hakim yang berat sebelah dalam memimpin sidang pengujian konstitusi tentang kewenangan Polri menerbitkan surat izin mengemudi itu.
"Dari proses yang sudah berjalan, saya tidak yakin MK akan mengabulkan permohonan ini. Posisi MK sangat terlihat mendukung pihak-pihak tertentu dalam permohonan ini," ujar peneliti Indonesia Legal Roundtable itu kepada CNN Indonesia, Senin pagi.
Erwin mencontohkan, pada sidang terakhir, para hakim konstitusi tidak mengajukan satu pun pertanyaan kepada empat ahli dan saksi yang diajukan pihak terkait. Menurutnya, tindakan para hakim itu aneh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya hal serupa tidak dilakukan para hakim konstitusi kepada saksi dan ahli yang mereka ajukan.
Berdasarkan catatan, Polri, pemerintah serta DPR menghadirkan beberapa ahli dan saksi, yaitu Kepala Sub Direktorat Regident Markas Besar Polri Komisaris Besar Bakharuddin mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan, pakar hukum tata negara Yusril Izha Mahendra dan guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto.
Maruarar dalam pemaparannya berkata, kewenangan Polri menerbitkan SIM merupakan penafsiran dari norma tugas polisi untuk melayani dan mengayomi masyarakat.
Maruarar menuturkan, dalam konteks kepentingan masyarakat, tugas kepolisian untuk menjaga dan melayani masyarakat dapat diartikan secara luas.
Sementara itu, salah satu ahli yang diajukan pemohon adalah pakar ekonomika dan bisnis Universitas Gadjah Mada, Rimawan Pradiptyo. Rimawan memaparkan, kewenangan Polri menerbitkan SIM seharusnya diserahkan kepada institusi lain untuk menghindari konflik kepentingan.
Rimawan beragumen, jika Polri melepaskan kewenangannya itu, maka kepolisian dapat fokus pada tugasnya sebagai penegak hukum.
Permohonan ini diajukan dua pemohon perorangan serta tiga lembaga. Mereka mengajukan uji materi terhadap kewenangan Polri menerbitkan surat izin mengemudi bersama Koalisi Reformasi Polri.
Para pemohon adalah putri pertama mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang juga aktivis Gusdurian, Alissa Munawaroh Rachman dan aktivis Hari Kurniawan.
Sementara itu, tiga lembaga yang menjadi pemohon adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia yang diwakili Alvon Kurnia Palma, Ketua Pengurus Pusat Pemuda Muhamadiyah yang diwakili Dahnil Anzhar dan Malang Corruption Watch yang diwakili Ketua Badan Pengurus Lutfi Kurniawan.
Tidak hanya Undang-undang Kepolisian, para pemohon juga menggugat sembilan pasal pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Mereka berdalil, pasal-pasal tersebut berkaitan dengan kewenangan Polri menerbitkan SIM.
(sur)