Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ichsan Zikry mengaku kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memindahkan kewenangan pemberian izin pemanggilan anggota dewan dari Mahkamah Kehormanatan Dewan (MKD) ke presiden. Putusan tersebut dinilai semakin menyulitkan proses hukum para anggota dewan.
Anggota dewan yang diduga melakukan tindak pidana selama ini dipanggil dan ditangani oleh MKD. "Tentu kami khawatir ini jadi imunitas baru. Akan sangat mudah bilang belum mendapat izin presiden," ucap Ichsan usai mendengar putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (22/9).
LBH Jakarta mengajukan permohonan uji materi atas Pasal 245 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Uji materi dilakukan karena pasal tersebut dinilai diskriminatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ichsan menilai seharusnya tidak perlu ada izin tertulis dari presiden atau mahkamah kehormatan dewan apabila anggota dewan yang diduga melakukan tindak pidana hendak dimintai keterangan.
"Ini janggal. Dulu UU Pemda yang mengharuskan izin presiden untuk wali kota atau bupati yang hendak diperiksa sudah dibatalkan MK. Kenapa sekarang MKD malah dipatenkan menjadi presiden?" ucapnya.
Tak hanya itu, ia menilai putusan ini dapat bermuatan politis. Ia mempertanyakan apakah dapat dipastikan Presiden Joko Widodo dapat adil saat memberikan izin kepada anggota dewan Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih.
"Kalau anggota oposisi langsung dikeluarkan, tapi koalisi pemerintah dilama-lamain. Semakin runyam," tutur Ichsan.
Menurutnya, putusan MK meluas dari yang dimohonkan. Ini terlihat dari diputuskan perlunya mengantongi izin dari presiden terlebih dahulu apabila ingin memeriksa anggota MPR dan DPD.
Sementara untuk pemanggilan anggota DPRD Provinsi yang diduga melakukan tindak pidana,harus mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri dan pemanggilan anggota DPRD kabupaten/kota yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan dari gubernur setempat.
"MK perluas ke pasal yang kami tak mohonkan. Ultrapetita. MKD masih satu rumah saja tidak masuk akal. Ini malah dikirim ke presiden (eksekutif)," kata Ichsan.
MK sebelumnya memutuskan presiden adalah pihak yang berwenang memberikan izin apabila anggota dewan hendak dimintai keterangan terkait dugaan tindak pidana.
MK berpendapat pemberian izin pemanggilan anggota dewan dari Mahkamah Kehormatan tidak tepat karena MKD tidak berhubungan langsung dengan sistem peradilan pidana.
MK juga berpendapat, pemberian izin dari MKD akan sarat kepentingan. Hakim Wahiduddin Adams mengatakan, anggota MKD adalah dari dan oleh anggota dewan itu sendiri.
Selain itu,Wahiduddin menyebutkan, putusan ini sebagai bentuk fungsi dan upaya membenarkan mekanisme check and balances antara pemegang kekuasaan legislatif dan eksekutif.
(rdk)