Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II Jero Wacik membantah dakwaan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dia menegaskan tidak melakukan pemerasan terhadap rekanan saat memimpin di Kementerian ESDM, sebagaimana dakwaan jaksa.
Dari keterangan saksi di persidangan terungkap bahwa koordinator proyek kesekjenan telah ditunjuk pada Januari 2010, jauh sebelum Jero menjabat menteri ESDM hasil
reshuffle. Tugas koordinator itu meminta
kickback (bagian ofisial dari dana yang digelapkan dari alokasi untuk organisasinya) kepada rekanan. Kala itu Sri Utami ditunjuk sebagai koordinatornya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sri Utami ditunjuk pada 2010," kata Jero usai mengikuti persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Raya, Jakarta, Senin (16/11) malam.
Sri Utami adalah mantan Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan, dan Pemanfaatan Barang Milik Negara (PPBMN) Kementerian ESDM saat itu. Dia juga merupakan kepanjangan tangan dari mantan Sekjen ESDM, Waryono Karno.
Setahun usai ditetapkan sebagai koordinator, pada Februari 2011 dia membuat rekening Bank Mandiri untuk menampung hasil
kickback rekanan.
"Saya jadi Menteri ESDM Oktober 2011, sangat tidak logis kalau saya yang dibilang memerintahkan. Saya tidak pernah memerintahkan (
kickback)," kata Jero.
Jero menuding Menteri Energi sebelum dirinya telah memerintahkan melakukan kickback tersebut. Namun, dia enggan menyebut pejabat terkait. Sementara, menteri ESDM sebelum Jero adalah Darwin Zahedy Saleh.
"Ini akan terbantahkan jika saya memeras rekanan," tegasnya.
Dalam persidangan ini, Jero banyak membantah dakwaan dalam persidangan. Dia menyebut dakwaan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
"Dari persidangan ini kelihatan bahwa dicari biar saya salah," kata Jero.
Dia mengaku tidak mengetahui sumber dana operasional menteri (DOM) yang diminta pertama kali ketika menjabat sebagai Menteri ESDM. Uang DOM yang diambil ketika itu Rp50 juta pada November 2011. Uang itu diambil dari DOM non APBN.
"Saya baru tahu dan kaget setelah di KPK, ternyata DOM pertama yang saya ambil itu dari Sri Utami dan CS-nya, yang saya anggap itu uang sumber enggak benar," ujar Jero di persidangan.
Jero mengatakan, seandainya DOM yang diminta itu diambil dari dana yang bersumber APBN, maka menurutnya tidak akan bermasalah. Namun, kenyataannya dana itu diambil dari DOM yang dipegang Sri Utami.
"Kacau semua adminiatrasinya," ujarnya.
Atas perbuatan itu, Jero merasa tidak pernah mengambil DOM yang dianggarkan untuk Kementerian ESDM sebesar Rp1,4 miliar per tahun.
"Jadi DOM saya yang Rp120 juta (per bulan) tidak pernah saya ambil. DOM yang seharusnya tidak saya ambil, saya ambil. KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) yang bertanggung jawab administrasinya. Terus terang saya kecewa juga administrasi yang seperti ini," jelas Jero.
Dalam persidangan, Jero menyatakan tidak pernah menandatangani kuitansi bukti pengambilan DOM. Dia sempat menanyakan bukti kuitansi pengambilan DOM kepada Sekjennya, Waryono Karno.
"Kata Sekjen, 'KPA-nya saya (Sekjen), jadi seluruh urusan ini saya (Sekjen) yang tanggung jawab semua.' Sejak itu saya enggak teken kuitansi," katanya.
Jaksa komisi antirasuah mendakwa duit tersebut disalahgunakan tanpa pertanggungjawaban yang jelas seperti untuk membayar ulang tahun Jero dan istrinya, membayar tiket konser anak, membayar jalan-jalan keluarga ke luar negeri, dan lainnya.
KPK melihat sikap Jero sebagai bentuk pemerasan. Dari pemerasan baik melalui Ketut atau pegawai lainnya, Jero mengantongi sebanyak Rp 1,4 miliar per tahun yang diberikan sepanjang empat tahun.
(gir/gir)