Jakarta, CNN Indonesia -- Tindakan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla yang diduga dilakukan oleh Ketua DPR RI Setya Novanto untuk memperpanjang masa kontrak PT Freeport di Indonesia dinilai tidak terpuji.
Kalangan muda Partai Golkar mengibaratkan bahwa kalau memang nantinya terbukti benar bahwa Setya Novanto melakukan pencatutan nama maka sama saja dengan pembalap liar. “Itu namanya ugal-ugalan, sebagai ketua DPR sangat tidak pantas,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Sirajuddin Abdul Wahab kepada CNN Indonesia, Selasa (17/11).
Sekretaris Jenderal DPP KNPI itu menganggap klaim atas nama rakyat yang diucapkan oleh Setya Novanto sangat absurd. “Rakyat yang mana yang diwakili suaranya? Apakah keinginan rakyat Papua? Saya kira keinginan rakyat Papua tidak sama dengan apa yang dilakukan oleh Ketua DPR itu,” tutur Sirajuddin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia sebaiknya Setya Novanto dengan legowo mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR karena pejabat publik harus memiliki standar moral dan etika. Hal itu sebagai bagian dari menjaga budaya malu. (Baca:
Setya Novanto Dinilai Tak Paham Beda Legislatif dan Eksekutif)
“Rakyat Indonesia pada umumnya sudah mengetahui bahwa perbuatan itu tidak terpuji. Negara ini akan rusak apabila pejabat publik sekelas ketua DPR apabila tidak memiliki rasa malu, serta standar etika dan moral,” kata dia. (Baca:
Setya Novanto Terancam Diberhentikan Permanen dari Parlemen)
Bagi Sirajuddin langkah yang dilakukan oleh Menteri ESDM Sudirman Said dengan melaporkan ke Mahkamah kehormatan Dewan perlu diapresiasi. “Ini merupakan sejarah baru yang dilakukan oleh Menteri ESDM dalam membangun pemerintahan yang bersih dan bagian dari implementasi revolusi mental,” ujarnya.
MKD DPR, lanjut dia, harus berani mengambil keputusan tegas sebagaimana aturan yang berlaku. “Rakyat Indonesia menunggu keputusan MKD, jangan sampai keputusan itu menyakiti hati rakyat.” (Baca:
Laporan Sudirman Said Bocor, Wakil Ketua MKD Lapor Polisi)
Sirajuddin pun menilai perlu Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla agar menindaklanjuti laporan yang dilakukan oleh Menteri ESDM ke pihak kepolisian.
(obs)