Setahun Prasetyo, Penanganan Perkara Dinilai Kacau-balau

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Jumat, 20 Nov 2015 13:02 WIB
Komisioner Komisi Kejaksaan Indro Sugianto mengatakan formula kontrol penanganan dan percepatan perkara kurang bisa diimplementasikan ke tingkat bawah.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengikuti rapat kerja dengan Pansus hak angket Pelindo II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/10). (CNN
Jakarta, CNN Indonesia -- Genap satu tahun memimpin Korps Adhyaksa, kinerja Jaksa Agung Muhammad Prasetyo masih menjadi sorotan terutama di bidang penegakan hukum. Komisi Kejaksaan (Komjak) memiliki sejumlah catatan terkait kinerja Kejaksaan Agung berdasarkan laporan dan aduan masyarakat.

Salah satu kritikan dari masyarakat adalah terhadap kinerja Kejaksaan Agung berkaitan dengan manajemen penanganan perkara yang dianggap amburadul. Aduan yang masuk ke Komjak antara lain berkenaan dengan persoalan tebang pilih penanganan perkara dan soal penyalahgunaan kewenangan dalam penangan perkara.
Komisioner Komjak Indro Sugianto mengamini manajemen penanganan perkara di Kejaksaan Agung saat ini belum optimal. Padalah jauh sebelum Prasetyo memimpin, kejaksaan telah berupaya membuat formula untuk membuat kontrol dan sekaligus percapatan dalam penanganan setiap perkara.

"Tapi di tahun terakhir ini hal itu justru kurang bisa diimplementasikan hingga ke tingkat bawah, sehingga kemudian masih kacau balau penanganan perkaranya," ujar Indro saat berbincang melalui sambungan telepon, Jumat (20/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu penyebab kacaunya penegakan hukum di kajaksaan, kata Indro, berkaitan dengan macetnya reformasi birokrasi di kejaksaan itu sendiri. Reformasi birokrasi di kejaksaan terbilang sangat lamban dan bahkan dapat dikatakan hampir mandek.
Padahal, Indro mencatat tidak sedikit jaksa yang memiliki kapabilitas dan prestasi yang seharusnya bisa lebih dioptimalkan untuk mengganti atau mengisi sejumlah pos penting di kejaksaan. Reformasi birokrasi dalam hal ini dianggap penting lantaran erat kaitannya dengan proses pelayanan publik dan sangat memengaruhi kinerja kejaksaan terutama terhadap para pencari keadilan.

"Reformasi birokrasi ini menyentuh delapan area, termasuk di ranah penanganan perkara yang menjadi inti kejaksaan," ujar Indro.

Jauh sebelum Prasetyo memimpin, kata Indro, ketika Kejaksaan Agung dipimpin oleh Marzuki Darusman pada 1999, ada sebuah kajian hasil dari audit tata pemerintahan. Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari kajian tersebut adalah meminta kejaksaan mengangkat beberapa orang dari kalangan eksternal yang independen untuk menjadi satu tim yang diperbantukan untuk memperbarui kinerja kejaksaan.

Menurut Indro, hasil dari kajian itu kemudian baru diimplementasikan ketika era kepemimpinan Abul Rahman Saleh pada 2004. Belakangan tim itu lebih dikenal dengan istilah tim pembaruan kejaksaan.
Memasuki 2008, ketika Kejaksaan Agung dipimpin Hendarman Supanji, Kejaksaan berusaha lebih terbuka kepada publik dengan berupaya menampung partisipasi masyarakat untuk aktif menangani persoalan-persoalan di Kejaksaan atau memperbarui kejaksaan dari dalam atau internal.

Seiring berjalannya waktu, wacana pembentukan tim pembaruan kejaksaan untuk membangun memperbarui sistem kinerja kejaksaan seakan terlupakan. Indro bahkan menilai sistem yang berusaha dibangun sejak lama itu telah pupus ditelan masa.

"Rupanya pendekatan terkait dengan komitmen kemampuan kepemimpinan dalam melaksanakan sistem yang sudah dibangun sejak lama ini tidak optimal berjalan. Sehingga penyakit di kejaksaan masih saja seperti yang lama, belum nampak perubahannya. Sistem yang sudah ditata selama ini banyak berhenti di tingkat konsep," kata Indro.

Potensi besar dari keberadaan tim pembaruan untuk memperbaiki sistem kinerja di kejaksaan pernah disampaikan Indro saat Jaksa Agung Prasetyo menemui Komjak.

Dia pun mengaku heran tim pembaruan kejaksaan tidak dioptimalkan fungsinya, padahal Prasetyo merupakan salah satu yang terlibat dalam perumusuan implementasi dari tim pembaruan ketika dia menjabat Jaksa Agung Tindak Muda Pidana Umum selama 2005 dan 2006.

Pembaruan sistem dan kinerja di kejaksaan dinilai penting lantaran erat kaitannya dengan penjaminan independensi Jaksa Agung dalam memimpin Korps Adhyaksa. Sebabnya, posisi Jaksa Agung merupakan jabatan politis yang dipilih oleh presiden sebagai pemangku kebijakan. Sehingga tidak jarang banyak cibiran sumir mengenai independensi Jaksa Agung.

Untuk menjamin independensi seorang Jaksa Agung, kata Indro, dibutuhkan sebuah sistem kontrol yang bisa menjamin setiap tindakan dan kebijakan tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan. Untuk itulah tim pembaruan diperlukan.

Indro mengibaratkan hal tersebut seperti perumpamaan,'tidak mungkin seorang pendeta Buddha menggunduli rambutnya sendiri'.

"Artinya untuk memperbarui kejaksaan itu tidak mungkin dilakukan murni oleh orang dari dalam, karena dia tidak bisa berkaca dan tidak mungkin menggunduli diri sendiri. Dia butuh org luar, tapi bisa penuh waktu memikirkan kejaksaan, bekerja bersama kejaksaan," ujarnya. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER