Jakarta, CNN Indonesia -- Sekitar 600 warga Banyuwangi melakukan aksi demonstrasi secara anarkis di areal penambangan emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, kemarin malam.
Kapolres Banyuwangi AKBP Bastoni Purnama mengatakan demonstrasi tersebut dilatarbelakangi oleh penolakan warga atas dibangunnya tambang emas di Tumpang Pitu.
Namun, sejauh ini pihak kepolisian tidak bisa menutup tambang tersebut karena semua izin yang dimiliki perusahaan terkait, yakni PT BSI, sudah sesuai prosedur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami terus berupaya melakukan negosiasi dengan warga, agar suasana kondusif di sekitar pemukiman warga di Kecamatan Pesanggaran," katanya.
Sementara itu, sebanyak 400 personel kepolisian, kata Bastoni, telah diturunkan untuk mengamankan aksi demonstrasi yang berujung anarkis tersebut.
Seperti dilansir dari Antara, berdasarkan pantauan di lapangan, situasi di sekitar lokasi penambangan emas di Tumpang Pitu hingga Rabu (25/11) malam masih mencekam.
Bentrokpun tak terhindarkan antara para demonstran dengan aparat kepolisian. Bastoni mengatakan dia mendapatkan informasi dua warga tertembak akibat bentrok tersebut.
"Namun belum bisa memastikan apakah mereka benar-benar tertembak, karena aparat kepolisian hanya menggunakan peluru karet," kata Bastoni.
Selain korban dari pihak warga, Bastoni mengatakan ada satu anggota Polres Banyuwangi yang juga terluka akibat lemparan batu para pengunjuk rasa hingga harus mendapat perawatan di klinik PT BSI. Beberapa anggota lainnya, ujarnya, juga terkena pukulan batu warga.
Bentrok tersebut bermula, kata Bastoni, ketika warga melakukan tindak anarkis dengan membakar kendaraan penambang, kantor pengamanan dan camp milik PT BSI.
"Kemarahan warga antitambang itu merupakan akumulasi puncak tuntutan penutupan tambang emas di Tumpang Pitu, namun kami duga ada provokator hingga menyebabkan warga berbuat anarkis," ujarnya.
(utd)