Ahli Bahasa Hukum Sebut Posisi Sudirman Said Tak Bermasalah

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Rabu, 25 Nov 2015 06:18 WIB
Ahli bahasa hukum, DR. Yayah Basariah menjelaskan, konteks kata 'dapat' yang tertera pada Pasal 126 ayat 1, Undang-undang No. 17 Tahun 2015.
Menteri ESDM Sudirman Said. (ANTARA/Widodo S. Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Kehormatan Dewan memanggil ahli bahasa hukum untuk menyelesaikan persoalan legal standing atau posisi hukum Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Sudirman Said saat melaporkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto.

Ahli bahasa hukum, DR. Yayah Basariah menjelaskan, konteks kata 'dapat' yang tertera pada Pasal 126 ayat 1, Undang-undang No. 17 Tahun 2015 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD , sebagaimana juga tercantum pada Peraturan DPR No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD Bab 4, Pasal 5 ayat 1.

Pasal 5 ayat 1 itu berbunyi, pengaduan kepada MKD dapat disampaikan oleh Pimpinan DPR atas aduan Anggota terhadap Anggota, Anggota terhadap Pimpinan DPR atau Pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD), atau Masyarakat secara perseorangan/kelompok terhadap Anggota, Pimpinan DPR, atau Pimpinan AKD.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Yayah, makna kata 'dapat' dalam konteks kalimat tersebut adalah 'bisa' atau 'boleh'. Dia berpedoman kepada kamus yang menyatakan bahwa kata dapat adalah 'bisa' dan 'boleh'.

"Kata 'dapat' tergolong pada bentuk kata bantu. Harus dibaca dengan kata kerja yang mengikutinya, yaitu 'dapat disampaikan'," terang Yayah di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (24/11).

Sedangkan kata 'bisa' dikeluarkan dari konteks makna kata 'dapat'. Hal ini dikarenakan, menurutnya kata itu tidak sejalan dengan UUD 1945 yang menuntut bahasa hukum menggunakan bahasa resmi. Dengan demikian dia hanya mengambil pemaknaan kata 'boleh', dari kata 'dapat'.

Yayah yang berlatar belakang Socio-Linguist ini menerangkan, dalam kamus, kata 'boleh' bermakna 'dapat'. Kata 'boleh' juga sejalan maknanya dan bersinonim dengan 'diizinkan' atau berpadanan dengan 'tidak dilarang'.

Selain itu, Yayah menjelaskan, maksud 'siapa pengadu' pada Pasal 5 ayat 1 butir c. Berpedoman dari UU, Yayah menyatakan pengadu mengandung arti setiap orang yang mengadu.

"Jadi bagi saya, konteks masyarakat secara perseorangan adalah perseorangan sebagai masyarakat yang sama maknanya dengan, setiap orang berhak mengadu kepada MKD," kata Yayah.

Jika dikaitkan dengan konteks masyarakat perseorangan dengan Sudirman Said sebagai pengadu, sesuai makna, maka dapat diartikan 'boleh', 'dapat', 'diizinkan' atau 'tidak dilarang'.

"Jadi tidak dilarang, diizinkan disampaikan oleh Pak Menteri misalnya. Atau boleh disampaikan menteri. Karena konteks itu," ujar Yayah.

Dengan demikian, hal ini yang menjadi dasar KPK menyimpulkan posisi hukum Sudirman Said tak bermasalah ketika melaporkan Setya Novanto.

Anggota MKD Sarifudin Suding sebelumnya menyatakan, kehadiran ahki bahasa hukum yang diinisiasi dirinya untuk mengakhiri perdebatan tafsiran kata 'dapat' yang berujung pada posisi hukum Menteri ESDM Sudirman Said saat melaporkan Setya Novanto.

"Saya bilang akhiri debat kusir seperti ini kita hadirkan ahli bahasa utk memberikan tafsiran," kata Suding.

Dalam rapat Senin (23/11) kemarin, MKD memperdebatkan kata 'dapat' dalam Tata Beracara MKD Pasal 5 ayat 1. Kata 'dapat' didudukan untuk mengetahui posisi hukum Sudirman Said yang saat melaporkan menggunakan kop resmi kementerian. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER