Jakarta, CNN Indonesia -- Sekelompok aktivis yang tergabung dalam organisasi nonprofit Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group mendesak agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melakukan razia dan menutup pasar satwa liar.
Investigator Senior Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group Marison Guciano menilai perdagangan satwa liar yang termasuk dalam kategori Appendix 1 (langka) dan Appendix 2 (terancam langka) semakin marak.
Marison mengatakan penjual satwa liar mengalami "kebanjiran" pasokan karena satwa liar tersebut kehilangan habitat akibat kebakaran hutan dan lahan. Hal ini membuat mereka rentan menjadi korban perburuan.
"Mereka diambil langsung dari habitat mereka dan ditransaksikan. Hasil investigasi kami juga menunjukkan adanya peningkatan jumlah satwa liar yang diperjualbelikan setelah kebakaran hutan dan lahan," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari hasil investigasi yang dilakukan Scorpion, ditemukan beberapa jenis hewan yang diperjualbelikan dan termasuk dalam Appendix 2, yaitu lutung, berang-berang, dan berbagai jenis elang.
"Di pasar satwa liar, seperti di Jatinegara, mereka dijual secara bebas dan terbuka. Seolah tanpa ada hukuman dari kementerian. Kami sudah beberapa kali melaporkan ini ke Kementerian LHK tetapi tidak ada respons," kata Marison kepada CNN Indonesia saat berdemonstrasi di depan Kementerian LHK, Jakarta, Senin (30/11).
Marison mengatakan satwa liar yang termasuk dalam Appendix 2 akan punah bila terus menerus diperjualbelikan. Hewan ini telah menjadi objek jual beli di Pasar Jatinegara, Pasar Barito, serta Pasar Pramuka.
"Secara umum, data menunjukkan ada 15 ribu burung yang termasuk langka ataupun terancam langka yang diperjualbelikan di seluruh Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, hewan yang termasuk dalam Appendix 1 dan ditemukan masuk dalam lingkaran transaksi, di antaranya orangutan, macan dahan, dan beruang madu. Marison mengatakan hewan-hewan ini diperjualbelikan secara tertutup.
Bukan hanya warga lokal yang membeli, Marison mengatakan penjualan satwa liar juga telah dilakukan kepada orang asing. Salah satu cara yang digunakan adalah penjualan secara online.
Anak orangutan dan macan dahan, misalnya, dijual seharga Rp 70 juta. Sementara, beruang madu dijual sekitar Rp 6 juta. Ada pula kepala macan tutul yang diawetkan dijual senilai Rp 4 juta.
"Mereka diambil langsung dari habitat mereka dan ditransaksikan. Hasil investigasi kami juga menunjukkan adanya peningkatan jumlah satwa liar yang diperjualbelikan setelah kebakaran hutan dan lahan," katanya.
(pit)