Jakarta, CNN Indonesia -- Komite Nasional Keselamatan Transportasi merekomendasikan Airbus selaku produsen pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di laut pada akhir Desember 2014, untuk melatih para pilotnya menghadapi kondisi khusus yang dikenal dengan istilah
upset condition.
Upset condition ialah kondisi berbahaya di mana pesawat melaju dengan kecepatan di luar batas normal. Hal inilah yang terjadi pada QZ8501. Pada titik itu, pilot dan kopilot tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka tak dapat mengendalikan pesawat. (Simak Fokus:
INVESTIGASI AIRASIA QZ8501 DIUMUMKAN)
QZ8501 jenis Airbus A320 itu akhirnya mengalami
stall atau kehilangan daya terbang, dan akhirnya terempas ke laut dari ketinggian 38 ribu kaki.
“Kami meminta agar para piot diajarkan untuk itu (mengatasi
upset condition),” kata Ketua Subkomite Kecelakaan Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nurcahyo,
upset condition seharusnya dapat dihindari oleh para pilot. Selain itu, kata dia, Airbus pernah menerbitkan buku yang menjelaskan bahwa pesawat produksi mereka tak akan pernah mengalami
upset condition.
Penjelasan dalam buku itulah, ujar Nurcahyo, yang akhirnya menjadikan para pilot Airbus tidak diajarkan menghadapi
upset condition.
Secara teknis,
upset condition terjadi ketika pesawat berada dalam kondisi naik dengan posisi lebih dari 25 derajat, atau saat pesawat turun lebih dari 10 derajat, atau miring lebih dari 50 derajat.
Pada QZ8501, pesawat bahkan
roll atau terguling hingga 104 derajat pada ketinggian 38 ribu kaki. Ini situasi yang luar biasa berbahaya.
Kondisi semacam itu, kata Nurcahyo, harus dicegah oleh para pilot. “Kami berharap mereka bisa
recover sebelum akhirnya sama sekali tak bisa berbuat apa-apa," ujarnya.
Saat ini, kata Nurcahyo, dia mendengar Airbus sudah mulai melakukan pelatihan menghadapi
upset condition untuk para pilotnya.
AirAsia QZ8501 hilang kontak di sekitar Selat Karimata pada 28 Desember 2014. Puing-puing pesawat yang membawa 155 penumpang dan tujuh kru itu ditemukan dua hari kemudian di Laut Jawa.
(agk)